Cakra-Bian

194 39 18
                                    

Semenjak pagi itu, tidak pernah ada lagi percakapan antara Arin dan Abian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semenjak pagi itu, tidak pernah ada lagi percakapan antara Arin dan Abian. Arin benar-benar membuktikan perkataannya. Dia sekarang lebih banyak diam saat bekerja. Disaat Semesta sedang mengikuti jam belajar bersama gurunya pun Arin tetap diam dan akan menunggu hingga bocah itu selesai tanpa melakukan apa-apa.

Cakra sebenarnya merasakan keanehan. Arin lebih banyak diam. Tapi pikiran positifnya mengatakan jika kejadian malam pesta itu yang mempengaruhi sikap Arin. Sebelumnya dia belum sempat menanyakan apa yang terjadi karena kembali sibuk dengan urusan pekerjaan. Cakra hanya tak tahu adiknya yang membuat Arin bersikap demikian.

Sedangkan yang menjadi tersangka, memilih tidak melakukan apa-apa. Abian memikirkan banyak hal tanpa merealisasikan apapun yang ada dalam pikirannya. Sedangkan Arin benar-benar melakukan apa yang dia katakan tempo hari. Wanita itu hanya akan berbicara pada Semesta dan anak-anak. Dia tak pernah lagi berbasa-basi dengan pelayan seperti biasanya. Arin juga hanya akan berbicara ketika ditanya. Dan untuk dirinya, jangankan berbicara, bertemu saja Arin hanya membungkuk hormat dan berlalu begitu saja.

Semua yang dilakukan Arin tak lantas membuat Abian senang. Dia malah gelisah dan uring-uringan. Bukan seperti ini yang dia inginkan. Apa mungkin perkataannya tempo hari benar-benar keterlaluan? Ah...harusnya tak perlu ditanyakan. Abian memang benar keterlaluan. Rasa cemburu menutupi mata dan perasaan. Kalau sudah begini, apa yang harus dilakukan?

Abian cukup pecundang karena tak berani meminta maaf terlebih dahulu. Padahal Arin yang jelas tidak bersalah saja mau minta maaf. Sementara dia yang mengatakan hal menyakitkan malah masih diam, berdalih melihat keadaan. Keadaan mana yang dimaksud?

Ucapan Arin masih terngiang dalam kepalanya. Kenapa pagi itu dia harus termakan cemburu dan emosi begitu saja. Penyesalannya begitu besar. Bukan salah Arin yang sakit hati dan marah. Sekarang jangankan bisa mendekati Arin dalam hal percintaan, mungkin saat ini juga hubungan pertemanan mereka mulai dipertanyakan. Semua karena kebodohan Abian sendiri.

"Kamu kusut banget."

Komentar Cakra tak menjadikannya lebih baik. Inginnya bercerita, tapi dia takut jika Cakra akan marah padanya. Sekeras kepala apapun Abian, dia akan tetap takut jika Cakra telah marah akibat dirinya yang melakukan kesalahan. Dan dilihat dari manapun, sepertinya abangnya ini belum tahu perseteruannya dengan Arin. Dan kini dia baru bisa berpikir jernih. Seandainya memang Arin mencari simpati dari abangnya, harusnya wanita itu telah mengadukan dirinya pada Cakra. Bukan hanya diam seolah tak terjadi apa-apa.

"Ada masalah?"

Cakra bertanya. Dia sebenarnya khawatir pada adiknya. Beberapa hari ini Abian sering mengurung diri di ruang kerjanya. Padahal menurut asistennya, Abian tidak memiliki banyak pekerjaan yang mengharuskannya lembur akhir-akhir ini. Maka selain pekerjaan, hal yang mungkin bisa membuat Abian uring-uringan hanya masalah sahabatnya.

"Kalau ada masalah sama Arin ya diomongin. Jangan malah perang dingin."

Abian langsung mendongakkan kepalanya. Sementara Cakra hanya tertawa karena bisa menebak apa yang tengah dipikirkan adiknya.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang