▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seminggu telah berlalu sejak kepergian Abian. Suasana duka masih menyelimuti rumah dan anggota keluarga Sanjaya. Hal itu tidak mudah, karena Abian pergi secepat ini tanpa meninggalkan pesan atau tanda-tanda. Kondisi Arika Sanjaya juga menurun karena belum bisa menerima kepergian putra bungsunya. Arin beberapa kali mengunjungi sang nyonya jika tidak sedang menjaga Semesta.
Rumah besar itu tidak lagi menunjukkan kehangatannya. Semua terlihat suram sejak Abian pergi meninggalkan rumah. Tidak ada obrolan atau makan bersama. Masing-masing penghuni memilih untuk mengurung diri di kamar. Si kembar masih turun untuk makan. Namun hanya beberapa suap yang bisa mereka telan dan setelahnya mereka kembali ke kamar. Yang terlihat mondar-mandir hanya Cakra dan Arin. Sesedih apapun dirinya, Cakra masih memiliki Semesta yang membutuhkannya. Apalagi setelah operasi yang dijalani, putra bungsunya ingin selalu ditemani.
Seperti saat ini. Cakra menemani Semesta yang masih terlelap dalam tidurnya. Hari ini adalah hari dimana perbannya di lepas. Waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua orang. Yonanta mengatakan jika Semesta lebih bersemangat ketika mendengar dirinya akan kembali bisa melihat. Tapi mengingat kembali siapa yang mendonorkannya, Cakra kembali dirundung sedih.
Bukan ia tak suka Semesta bisa kembali melihat. Tapi bisakah ia menatap putranya seperti biasa setelah ini? Lalu bagaimana jika Semesta bertanya dimana Abian nantinya? Bagaimana Cakra harus menjelaskannya?
Kata Yonanta, Semesta tidak boleh berpikir terlalu berat atau tertekan. Hal itu mempengaruhi kondisinya yang sekarang rentan. Kondisi putra bungsunya masih belum stabil, bisa naik turun setiap saat. Dan Cakra takut jika memberitahu kondisi yang sebenarnya pada Semesta, itu akan mempengaruhi kondisi putranya. Cakra takut. Dia tak mau kehilangan lagi. Kehilangan Abian sudah cukup menyakitkan.
"Pak?"
Cakra sedikit tersentak ketika ada yang menepuk bahunya. Ketika menoleh mendapati Arin menatapnya dengan khawatir.
"Maaf...saya ngagetin ya?"
Gelengan Cakra berikan. Lelaki itu lalu bangkit dan menuju ke sofa yang tersedia di sana diikuti oleh Arin. Keduanya duduk dengan sedikit jarak seperti biasa.
"Bapak udah makan?"
"Nggak pengen Rin. Nanti aja."
Arin menghela nafasnya. Selalu saja seperti ini. Cakra terlihat banyak kehilangan berat badannya. Wajahnya terlihat tirus, juga badannya yang tidak kekar seperti sebelumnya.
"Bukannya apa...saya tau bapak sedih. Tapi jangan begini. Bapak sendiri yang bilang kalau bapak sekarang satu-satunya penopang keluarga. Kalau penopangnya aja nggak kuat, gimana yang ditopang."
Arin bersedih. Ia tahu yang ia rasakan mungkin tak seburuk Cakra. Tapi lelaki itu juga tak bisa terus berlarut dan mengabaikan kondisinya.
"Kalau Semi liat bapak gini, dia pasti juga ikut sedih. Atau mungkin dia mikir bapak nggak senang kalau dia bisa ngeliat lagi."