▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kecemburuan Arin masih berlanjut ke hari berikutnya. Selama Arin masih melihat mantan istri Cakra di rumah, maka Arin lebih baik diam dan mengurus Semesta saja. Dia sungguh kesal, kenapa Cakra tidak juga mengusir wanita yang kini sudah bukan menjadi siapa-siapanya.
"Kak?"
Semesta khawatir melihat Arin yang akhir-akhir ini kembali pada kebiasaannya yang cerewet tiba-tiba kembali menjadi pendiam. Terlihat sekali jika wanita itu sedang memikirkan sesuatu hingga keningnya berkerut-kerut.
"Sem..."
"Ya?"
"Kamu...gimana hubungan kamu sama mama Ersa?"
"Hm? Nggak ada."
"Hng?"
"Kan tante Ersa pergi karena ada aku."
Ah...Arin langsung merasa bersalah karena bertanya. Sepertinya dia harus mulai mengontrol dirinya. Cemburu buta tidak kan menyelesaikan masalah. Lagipula dia dan Cakra belum ada hubungan apa-apa. Jadi terserah Cakra jika memang ingin kembali dengan mantan istrinya. Yang terpenting bagi Arin sekarang adalah Semesta. Misalkan Cakra ingin kembali pada mantan istrinya, maka ia akan membawa Semesta pergi bersamanya dengan atau tanpa persetujuan Cakra.
"Kak?"
"Eh...maaf ya...kakak nggak seharusnya tanya."
"Nggak apa. Kakak kan cuma tanya."
Semesta masih memandangi Arin. Wajahnya begitu suram seperti ada mendung yang menaunginya.
"Kakak cemburu ya?"
"Hah?"
Baiklah. Arin seperti orang bodoh sekarang.
"Kakak cemburu?"
Semesta mengulang kembali pertanyaannya.
"Itu..."
"Papa nggak cinta sama tante Ersa kok."
Manik Arin memicing lucu. Seperti kucing kata Semesta.
"Kata om dulu, papa cuma sayang sama tante Ersa. Tante juga ke papa cuma sayang kok. Nggak sampai cinta."
Iya sayang aja, tapi sampai punya anak tiga.
"Semi...kamu ngerti apa sih soal cinta-cintaan..."
Arin mencubit kecil pipi Semesta yang mulai berisi. Tapi anak itu tidak keberatan. Sekarang dia selalu menyukai perlakuan apapun yang memanjakannya.
"Tau. Aku udah enam belas tahun."
Ah...benar...sekarang Semesta bukan bocah kecilnya lagi. Pemuda itu telah menginjak remaja. Tapi melihat dari wajah dan perawakannya, Arin yakin jika banyak yang mengira jika Semesta masih sekolah menengah pertama.
"Kalau misalnya papa mau balikan sama tante Ersa gimana?"
"Ya nggak gimana-gimana. Papa juga harus bahagia. Walaupun aku pengennya papa sama kak Arin, aku nggak boleh egois. Tapi aku mau minta ke papa biar kak Arin tetep disini sama aku."