▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seperti rencana sebelumnya, empat bocah ditemani dua orang dewasa itu kini tengah bersenang-senang di pantai. Mereka tiba di pantai sejak matahari belum terbit hingga sekarang matahari mulai meninggi. Arin duduk sambil mengawasi keempat anak yang super aktif itu. Mereka berlarian kesana kemari, bermain pasir, hingga ikut bergelung dengan ombak yang membuat Arin berteriak karena khawatir. Tapi anak-anak itu malah tertawa, padahal jantung pengasuhnya sudah hampir melompat dari tempatnya.
Semesta yang biasanya tidak banyak ikut berpatisipasi, hari ini begitu aktif mengikuti kakak-kakaknya. Arin bahkan merasa tak boleh berkedip karena sedikit saja ia lengah, maka bocah-bocah itu pasti akan bertingkah dengan kelakuan ajaib mereka. Ah...yang membuat Arin geleng-geleng kepala adalah ketika Felix meminta berfoto bersama dengan dengan seorang wanita berwajah asing. Antara kagum karena bahasa yang Felix kuasai, juga kesal karena bisa-bisanya bocah itu mengajak seorang wanita dewasa berfoto bersama.
"Mau Feli tunjukan ke teman-teman Feli nanti."
Jawaban polos ini harusnya sudah Arin perkirakan. Tapi...ah sudahlah. Anak-anak ini kan memang luar biasa. Tak perlu heran dengan banyak tingkah ajaibnya. Kini mereka anteng dengan istana pasir yang sedang mereka bangun. Katanya itu akan menjadi istana pasir terbesar yang pernah dibuat. Tapi bahkan bentuknya bagaimana saja Arin belum bisa melihat.
"Mereka mau bikin istana pasir apa terowongan sih?" Gumam Arin.
Pasalnya mereka bukan membangun sebuah dinding atau semacamnya tapi malah mengeruk pasir sedari tadi. Sedangkan si kecil Semesta malah asik mengumpulkan kerang dan menggunakan kaosnya sebagai wadah untuk menaruh kerangnya.
"Astaga...itu kaos nak, bukan kresek." Arin kembali berkomentar.
Dia berpikir kasihan pada petugas yang nanti akan mencuci baju-baju para bocah yang sudah sebelas dua belas dengan kain pel.
"Mungkin nggak bakal di cuci, disuruh langsung buang sama tuan Cakra. Kan orang kaya."
"Kenapa kalau saya kaya?"
"E...jan-..."
Jantungnya langsung dag dig dug begitu suara yang dia kenal menyahuti ucapannya. Untung Arin tidak sedang melakukan sesuatu. Dia yang kaget kadang latah dan biasanya melakukan hal yang memalukan. Ah...hampir saja keceplosan sih.
"Jan apa?"
Arin menggeleng. Bisa dipecat dia kalau melanjutkan ucapannya.
"Udah selesai pak?" Tanya Arin mengalihkan topik.
"Sudah. Saya pesan satu jam lagi. Sekarang kita harus seret bocah-bocah itu untuk mandi."
Arin kembali memandang para bocah yang masih asik dengan pasirnya. Tapi...dimana Semesta? Arin hampir melompat dari posisi duduknya jika lengan kecil itu tidak melingkari lengannya. Semesta menunjukkan kerang-kerang yang dia kumpulkan.