"Selamat pagi dunia fana...."
Arin memulai hari ini dengan bersemangat. Tentu bersemangat karena ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai pengasuh dari Semesta. Tidur malamnya begitu nyenyak. Jelas saja tidur di kasur mewah berbeda dengan kasur murah di kontrakannya. Pagi-pagi sudah bangun, membersihkan diri, dan bersiap melihat si kecil yang sejak kemarin malam mengurung diri di kamarnya.
"Ayo Rin...Kowe iso...eleng nek tuku Civic turbo iku kudu duwe bondo."
(Ayo Rin...kamu bisa...ingat jika beli Civic turbo itu harus punya harta)
Dengan semangat empat lima, Arin keluar dari kamarnya. Suasana yang dia temui pertama kali adalah sepi. Suasana masih remang-remang namun beberapa pelayan sudah mulai melakukan pekerjaan, hanya saja si tuan rumah tidak ada satupun yang terlihat berkeliaran.
Sesuai niat awalnya, Arin tentu ke kamar sebelah, kamar Semesta. Meski tadi dia berkata mengurung diri, tapi Semesta tidak mengunci kamarnya. Dia hanya berada di kamar tanpa ingin ada yang menemani. Kamar bocah itu terang. Semesta memang tidak suka tidur dalam gelap. Dia akan terbangun jika ada yang mematikan lampunya. Arin berjalan mengendap-endap. Setidaknya jika Semesta masih tidur, Arin akan membiarkannya dulu.
Ternyata si bungsu memang masih tidur. Arin tersenyum dan membenahi selimutnya yang sedikit tersingkap. AC masih tetap menyala tapi Arin naikkan suhunya. Setelah memastikan Semesta nyaman, dia kemudian memutuskan untuk keluar.
Cakra tidak membatasi Arin untuk selalu stay menunggu Semesta. Arin dibebaskan untuk melakukan kesibukannya sendiri jika Semesta sedang tidur atau melakukan pertemuan dengan gurunya. Arin baru tahu jika Semesta telah berusia lima tahun. Dimana seharusnya bocah itu telah memasuki sekolah taman kanak-kanak. Namun Cakra mengatakan jika Semesta tidak bisa masuk ke sekolah umum seperti kakak-kakaknya. Untuk itulah seorang guru dipanggil untuk mengajari putranya secara privat. Dan karena hari ini tidak ada jadwal, Arin berpikir tidak masalah untuk Semesta tidur lebih lama.
Ketika berjalan, beberapa pelayan memberikan sapaan. Mungkin Cakra telah memberitahu mereka tentang dirinya yang bekerja menjadi pengasuh Semesta. Hanya saja diberi sapaan yang terlampau hormat seperti itu membuat Arin tidak enak juga. Dia juga seorang pekerja disini. Menurutnya dilihat dari manapun kastanya tidak lebih tinggi dari pekerja yang lain. Tapi karena dia masih baru disini, jadi Arin memilih untuk diam saja.
Kembali langkahnya dibawa menuju dapur sesuai rencana awalnya ingin membuat sarapan sederhana untuk para penghuni rumah. Saat di kontrakan dulu, Arin selalu bangun pagi. Sebuah kebiasaan yang telah melekat. Sekalipun dia tidur dini hari, pagi-pagi pasti sudah bangun lagi. Entah karena terlalu banyak berpikir atau melamun, bukannya sampai di dapur, Arin malah tersesat entah dimana.
"Iki rumah opo istana seh, cek gedene. Ngene iki nek aku nyasar takok sopo jal?"
(Ini rumah apa istana sih, kok besar sekali. Kalau begini jika aku tersasar tanya siapa coba?)
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta
Fanfiction▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya. ▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin). ▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka. ...