▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bukan...bukan seperti ini kabar yang Cakra nantikan. Benar dia menanti kabar baik Lukas ditemukan serta dokumen yang utuh kembali padanya. Namun tidak untuk ditukar dengan keselamatan adiknya.
Cakra tak ingin menjawab. Dia terlalu lelah. Bahkan untuk sekedar mendebat Yonanta saja ia tak bisa. Masalah Semesta belum selesai, kini ditambah Abian yang terluka.
Tubuhnya ia sandarkan pada sandaran kursi. Lelahnya terasa berkali-kali lipat dari sebelumnya. Bagaimana ia menjawab jika ibunya bertanya? Bagaimana ia menjelaskan pada Arin dan anak-anaknya? Cakra tidak sanggup lagi melihat orang-orang yang dicintainya kembali bersedih.
Apa ini karma untuknya? Tapi kenapa bukan dirinya? Kenapa harus orang-orang yang disayanginya?
Apa dosanya terlalu banyak hingga orang di sekitarnya juga harus menanggung hukuman atas dosa-dosanya?
Cakra ingin meneteskan air mata, namun hanya sesak yang di rasa. Perasaannya tak baik. Bukan ingin mendahului takdir, tapi dia memiliki perasaan buruk untuk adiknya. Atau memang perasaannya selalu buruk kala melihat Abian sakit. Adiknya jarang atau bahkan tak pernah sakit. Adiknya hidup teratur dan sehat, bukankah berarti adiknya kuat?
Abian bisa melewati ini semua bukan?
Cakra ingin meyakinkan dirinya jika semua akan baik-baik saja. Tapi tidak bisa. Dia merasakan akan ada sesuatu yang terjadi entah apa.
"Ca?"
Yonanta menatap khawatir pada Cakra. Sahabatnya itu hanya terdiam dengan pandangan hampa. Nafasnya juga terdengar sedikit berat.
"Abian nggak apa kan, Nan?"
Yonanta langsung mengatupkan bibirnya. Ingin menjawab tidak apa-apa juga dia tak bisa memastikan kondisinya. Sempat ia mendengar jika Abian tertembak pada bagian dada. Ada dua peluru yang bersarang di sana. Jika tidak mengenai organ vitalnya, mungkin Yonanta masih bisa mengatakan baik-baik saja. Tapi jika mengenai organ, apa saja bisa terjadi pada Abian.
"Harusnya aku nggak ijinin dia ikut. Harusnya aku nggak bebani dia sama semua urusan ku. Aku udah gagal jadi ayah. Aku juga gagal jadi abang."
"Ca...semua pasti usahain yang terbaik buat Bian."
"Semua juga ngomong gitu waktu Semi masuk rumah sakit. Tapi kenyataannya... Semi nggak baik-baik aja."
"Dokter juga manusia, bukan Tuhan."
"Tapi dokter selalu bilang akan berusaha semaksimal mungkin. Mereka ngasih harapan seolah semua akan baik-baik aja. Tapi nggak...semua nggak baik."
Yonanta menarik nafas dan menghembusnya perlahan. Dia tidak boleh tersulut emosi. Cakra sedang kalut dan tak bisa berpikir jernih. Belum selesai urusan Semesta, kini Abian juga. Apalagi kini Cakra yang menyandang gelar kepala keluarga, semua tanggung jawab pasti dibebankan padanya.