▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kalimat 'tak ada yang abadi' itu memang benar adanya. Baru saja ia merasakan hangatnya hubungan dengan sang papa, kini Semesta harus kembali pada kehidupan nyata yang seharusnya. Tatapan sinis dari kakak tertuanya adalah yang menyambutnya ketika membuka mata.
"Bener ya kata om, kamu itu sukanya nyari perhatian."
Nyari perhatian apa sih?
"Ada perlu apa bang?" Semesta masih berusaha bertanya baik-baik.
"Nggak usah sok baik deh."
"Sok baik gimana ya bang?"
Petra mendecak. Malas mendengar drama dari adik bungsunya. Ah...atau mungkin bukan adik bungsu?
"Kamu dulu bikin mama ku pergi, sekarang kamu mau rebut papa juga. Kamu juga bikin kak Arin pergi. Mau kamu apa sih?"
"Maaf bang. Aku nggak paham apa maksud abang."
Semesta benar-benar tak paham dengan arah pembicaraan Petra. Ayolah...dia baru bangun tidur dan masih mengumpulkan nyawa, tapi Petra sudah mencercanya dengan banyak ucapan.
"Nggak usah sok polos, Sem. Dulu mungkin aku masih bisa baik ke kamu karena aku belum ngerti. Tapi sekarang, setelah tau semua, aku tau akal-akalan kamu ya."
"Tau apa sih bang? Aku ngapain?"
Dengusan keras dari Petra membuat Semesta sedikit takut. Dia tidak begitu dekat dengan Petra sejak kecil.
"Aku udah bilang jangan sok polos. Kamu ngelakuin ini semua biar papa perhatian kan sama kamu? Biar kak Arin juga cuma perhatiin kamu. Kamu tuh pencuri. Kamu bikin mamaku pergi dan kamu nyuri semua perhatian papa. Harusnya kamu sadar dong kalau kamu itu bukan siapa-siapa disini. Kamu itu cuma dipungut papa karena kasian."
Deg.
Semesta sebenarnya biasa mendengar kalimat dan panggilan yang sama di sekolah, namun tak pernah ia hiraukan. Tapi ketika Petra, saudaranya, seorang yang memiliki darah yang sama dengannya mengatakan hal itu, seperti ada pisau yang menancap di hatinya. Sakit sekali.
"Bang..."
"Kamu harusnya sadar posisi kamu. Mama kamu itu pelakor. Kamu juga mau nyuri papa dari aku sama adek ku. Kamu jahat tau nggak."
Semesta menggeleng. Dia dan mereka, bahkan tidak tahu bagaimana rupa dari wanita yang melahirkannya. Bagaimana bisa mereka berucap buruk kepada mama yang tidak pernah ditemuinya?
"Stop... stop bang..." Pintanya lirih.
"Diginiin nangis. Biar apa? Biar papa marah sama aku kan? Biar papa perhatian sama kamu. Iya, gitu?"
Gumaman 'tidak' Semesta lontarkan. Tapi tak ada sedikitpun rasa kasihan yang Petra berikan. Dia malah menganggap Semesta hanya berakting demi mendapat perhatian. Tapi tak dipungkiri, ada getaran tidak nyaman ketika melihat netra Semesta yang berkaca-kaca. Namun Petra asumsikan itu hanya karena dia masih memiliki rasa kemanusiaan, bukan kasihan apalagi perhatian. Dia telah menemui banyak penjilat selama hidupnya sebagai putra Cakra Buana. Dan dia melihat adik bungsunya kini juga sama dengan para penjilat yang haus perhatian.