▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arin memandangi Semesta yang sedang asik dengan buku bacaannya. Dibandingkan dengan bermain, si bungsu lebih suka membaca seperti kakak-kakaknya. Meski tak banyak interaksi yang bisa dilihat dari mereka, tapi setiap kali belajar, mereka selalu bersama. Entah itu Kaihan, Felix, atau Deandra, mereka akan bergantian mengajak Semesta untuk belajar bersama.
Felix suka mengajak Semesta untuk bermain bersama. Entah bermain lego atau bermain game. Lalu Deandra adalah yang paling suka mengajak Semesta untuk belajar bersama. Entah itu memang belajar atau sekedar membaca buku bersama. Dan si sulung... Kajian memang jarang mengajak Semesta untuk belajar atau bermain. Tapi setiap pagi, dia pasti akan mengecek kamar si bungsu, apakah adiknya sudah bangun atau belum. Dan menurut beberapa pelayan disini, yang selalu menyediakan stok jajanan di kamar Semesta adalah Kaihan.
Ketiganya menunjukkan perhatian dengan cara yang berbeda. Namun Arin yakin jika mereka sebenarnya saling menyayangi. Hanya saja, apakah ketika dewasa hubungan mereka masih sama? Apakah jika mereka mengetahui kenapa mereka hanya memiliki papa sebagai orang tua, mereka tidak akan marah pada Semesta.
Kembali Arin memandangi anak yang diasuhnya. Bocah kecil yang kini sedang asik membaca itu, apakah dia memikirkan bagaimana masa depannya? Apakah dia memikirkan bagaimana kehidupannya nanti? Kenapa rasanya Arin memeluk bocah itu dan melindungi Semesta dari kejamnya dunia?
"Semi..."
Bocah itu menoleh ketika namanya dipanggil. Lihatlah tatapan polos itu. Kenapa orang-orang tidak melihat betapa murni dan tulusnya bocah ini? Kenapa juga ibunya begitu tega membuangnya sekalipun alasannya agar bisa hidup lebih mulia?
"Apa Semi bahagia?"
Semesta justru memiringkan kepala dan memandang bingung pada pengasuhnya. Arin lalu lebih mendekat padanya dan mengusap kedua tangan kecilnya yang entah sejak kapan berada dalam genggaman yang lebih tua.
"Apa Semi selama ini bahagia?"
Bahagia? Bahagia yang bagaimana?
Semesta memandang bingung Arin pada akhirnya. Berharap pengasuhnya mau menjelaskan apa maksud pertanyaannya. Dan Arin hanya tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya.
"Semi selalu senyum, tapi nggak pernah bilang ke kakak kalau Semi bahagia. Gimana kakak tau kalau mungkin aja Semi nggak suka sama kakak."
Langsung saja lengannya dipeluk oleh Semesta. Kening bocah itu berkerut tanda tak terima. Dia menunjukkan gestur jika dia benar-benar sayang pada kakak pengasuhnya.
"Ayo Semi bilang sama kakak kalau Semi bahagia."
Kembali Semesta menatap pada netra Arin. Lalu bocah itu mengambil telepon pintarnya dan mengetik kalimat yang diinginkan kakak pengasuhnya itu. Namun gelengan dari Arin membuat bibirnya melengkung ke bawah tanda kecewa.
"Kakak cuma pengen denger sedikiiiit aja denger suara Semi. Cukup jawab iya gitu aja."
Bukannya menuruti, tapi manik Semesta malah berkaca-kaca siap menumpahkan isinya. Semesta akhirnya memilih pergi dengan berlari ke arah kamar. Arin yang panik ikut menyusulnya. Namun sayang, Semesta lebih cepat masuk dan mengunci pintunya.