Menguak Masa Lalu

221 59 10
                                    

Natal kali ini, setidaknya bisa membuat Semesta tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Natal kali ini, setidaknya bisa membuat Semesta tersenyum. Tak masalah ia tak bisa ikut liburan bersama kakak-kakaknya yang lain. Dia masih bisa menikmati liburan dengan melukis meskipun menggunakan tangan kirinya , menonton televisi, atau mendengarkan lagu-lagu dari boygroup kesukaannya. Terlalu banyak kejadian akhir-akhir ini membuat Semesta lupa jika melukis adalah salah satu obat baginya. Apalagi Cakra memberinya kado berupa alat lukis yang lengkap beserta buku sketsa. Papanya tidak melupakan kesukaannya.

Keluarganya pergi ke rumah nenek di luar negara selama beberapa hari. Cakra bersikeras mengajak Semesta. Namun bocah itu menolak dengan alasan tangannya masih dalam masa penyembuhan. Dia hanya tak ingin merepotkan banyak orang jika pergi ke rumah nenek mereka. Padahal sebenarnya Semesta hanya ingin melindungi hatinya. Ia ingin egois menikmati hari-harinya hanya berdua dengan Arin. Ya, Arin tidak ikut karena memang hubungannya dengan nyonya besar Sanjaya tidak pernah membaik sekalipun sepuluh tahun telah terlewati.

Dan siang ini, Semesta benar-benar menikmati hari liburnya bersama kakak cantiknya. Mereka menonton film yang selalu diputar saat Natal tiba. Film yang entah berapa tahun tak pernah bosan ia nikmati.

"Nggak pengen keluar?"

Semesta menggeleng.

Semesta dan Arin menghabiskan siang di ruang keluarga dengan Semesta yang berbaring miring ke kiri dan kepalanya berada di pangkuan Arin. Wanita itu sendiri yang menginginkan posisi ini. Dia rindu Semesta kecil yang dulu bermanja-manja padanya. Dan remaja itu kali ini tak menolak karena Abian tak ada.

"Kenapa? Pasti asik liat tempat-tempat banyak hiasan natalnya."

"Nggak mau. Rame. Kakak pengen?"

"Nggak mau, rame."

Lalu keduanya tertawa. Padahal mereka tidak suka keramaian, tapi saling menawarkan.

"Sem...boleh kakak tanya?"

Semesta memilih untuk bangun dari acara berbaringnya. Kini remaja itu duduk menghadap Arin dan mengabaikan televisi sepenuhnya.

"Kalau kamu nggak mau jawab nggak apa. Kakak cuma pengen tahu cerita dari kamu. Apa yang terjadi setelah malam itu?"

Arin bisa melihat bola mata itu sedikit melebar. Mungkin kaget dengan pertanyaan yang Arin ajukan.

"Kakak nggak maksa ya. Kakak tau mungkin ini nggak pas. Tapi mumpung berdua aja kakak pengen nanya."

Lengannya diusap lembut. Semesta tahu jika Arin memang tak memaksa. Tapi wanita itu juga pasti penasaran apa saja yang telah terjadi selama ia tak ada. Sebenarnya itu bukan saat yang pas karena Semesta masih ingin menikmati bahagia. Sedangkan peristiwa setelah malam itu adalah luka baginya.

"Kalau kamu nggak siap yang nggak apa. Kakak minta maaf ya."

Gelengan Semesta berikan. Senyum sendu ia sunggingkan. Arin merasa bersalah telah merusak hari bahagianya.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang