Mendengar Kenyataan

267 47 10
                                    

"Nah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nah... sampai juga. Pak, tolong barangnya dibawa sampai depan aja, nanti biar dibantu sama yang lainnya."

"Baik, mbak."

Semesta benar-benar tersenyum dengan begitu cerahnya hingga lupa beberapa waktu terakhir hanya sesak dan tangis yang ia rasakan. Kehangatan yang pernah hilang sejak lama, kini kembali ia rasakan kala melihat kembali pintu utama terbuka. Dua pelayan menyambutnya. Sengaja memang ia dan Arin tak mengirim pesan agar jadi kejutan. Rumah yang terlihat sepi meyakinkan Semesta jika mereka memang tak tahu tentang kepulangannya.

'Tapi Lukas dipastikan mau memberi kesaksian yang asli. Dia sebenarnya mohon buat ketemu bang Cakra, mau minta maaf. Dia yang udah bikin Abian ketembak.'

Baru saja masuk dan terdengar suara dari arah ruang tamu. Semesta memberi isyarat pada Arin agar berhenti.

"Sem..."

Dengan satu jari tertempel pada bibirnya mengisyaratkan agar Arin diam dan mendengarkan. Terdengar suara Yonanta yang membalas dengan sedikit emosi seperti biasa. Semesta bisa mendengar dengan jelas karena meskipun ruangan itu besar, suara ketiganya cukup keras untuk bisa didengar dalam rumah yang terlampau hening ini.

'Udah takdirnya, Nan. Meskipun Joel datang tepat waktu, kalau takdirnya Bian nggak ada juga pasti ada jalannya.'

Suara papanya terdengar kali ini.

'Bian juga udah ikhlas. Kalaupun dia mau berjuang, mungkin dia masih selamat. Tapi kamu tau Bian udah nyerah dari awal kan, Nan?'

Kembali suara Cakra terdengar. Banyak pertanyaan muncul dalam kepala Semesta.

Bian? Abian? Om Bian-nya? Nyerah apa?

Lalu percakapan lain dari dua orang lainnya terdengar menguatkan dugaan jika memang Abian yang kini sedang mereka bicarakan. Namun fokus Semesta bukan pada hal itu, melainkan tentang berita yang baru saja ia terima.

Om Abian menyerah dan nggak ada? Om Abian ketembak? Apa maksudnya...

'Tapi Ca, gue masih mikirin gimana kita ngasih tau Semi. Nggak mungkin kita bisa sembunyiin ini lama-lama. Mana kata lo Semi udah tanya-tanya soal Bian.'

Abian memang telah tiada. Tiada dalam arti benar-benar tiada di dunia.

'Bentar lagi, Nan. Tunggu bentar lagi sampai Semi kuat ya.'

Sampai kapan?

Semesta membawa sendiri kursi rodanya untuk lebih dekat dengan mereka yang sedang berbicara tanpa siapapun mengetahui kedatangannya. Terlihat Cakra, Yonanta, dan Wira sedang duduk berhadapan dan saling pandang.

"Jadi...sampai kapan, pa?"

Sampai kapan mereka merahasiakan rahasia ini darinya?

Ketiga orang di ruangan itu langsung menoleh dan terpaku dengan kehadiran Semesta. Arin hanya bisa menggeleng ketika Cakra menodongnya dengan tatapan bertanya. Arin tahu dari raut wajah jika ketiganya tak menyangka Semesta akan mendengar semua yang mereka bicarakan.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang