Hari Natal

258 57 14
                                    

Bukan ini yang ia inginkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukan ini yang ia inginkan. Bukan dijauhi oleh keluarga serta kakak-kakaknya. Sekalipun tak dekat dengan si kembar tiga, Semesta tak pernah berharap lebih dijauhi oleh mereka. Jika dulu selalu belajar bersama, sekarang bahkan bertemu pun tak saling sapa. Mereka lebih cocok disebut sebagai orang asing daripada keluarga.

Seperti saat ini. Mereka berempat berada di meja yang sama, namun tak saling sapa. Sekedar basa-basi membantu Semesta pun tidak ada. Mereka asik menikmati makan malamnya tanpa peduli dengan Semesta. Entah adiknya bisa makan atau tidak, mereka tak peduli.

Semesta kesulitan. Tapi dia diam. Sedikit sesal ia rasakan. Bukankah lebih baik dia tetap mengurung diri di kamar, tak apa sedikit lapar ia rasakan daripada harus menghadapi suasana dingin seperti ini. Karena kesulitan mengambil sayur dan nasi yang berada sedikit di tengah meja, akhirnya Semesta hanya mengambil lauk yang ada di dekatnya.

"Ck...nyusahin."

Decakan kesal dibarengi dengan piring yang terangkat. Deandra masih dengan wajah dinginnya mengambilkan nasi dan sayur yang boleh Semesta makan.

"Ngapain sih repot-repot? Dia kan masih punya tangan kiri."

Felix menyahuti. Tatapan malas ia berikan pada Deandra.

"Ntar kak Arin marah kalau tau dia nggak makan." Jawab Deandra.

Si kembar termuda itu meletakkan kembali piring ke hadapan adiknya.

"Dihabisin."

Semesta mengangguk dan tak lupa bergumam terima kasih pada Deandra. Dengan perlahan ia mencoba makan dengan tangan kirinya.

"Jangan coba-coba ada yang bantu dia. Biar aja dia belajar, nggak nyusahin orang."

Petra memperingatkan kedua adiknya. Semesta memilih berusaha menggunakan tangan kirinya untuk makan dengan benar. Apa yang dikatakan Petra memang benar. Dia harus belajar mandiri seperti sebelumnya agar tidak menyusahkan orang lain. Sekalipun nantinya dia tak bisa berjalan, Mak dia harus tetap melakukan semuanya sendiri karena tidak ada yang bisa ia repotkan.

Semesta terus menunduk menikmati makan malamnya. Hingga tak terasa setetes air mata jatuh dalam makanannya. Hatinya sakit entah karena apa. Begitu menyakitkan ketika kau makan namun dibarengi dengan turunnya air mata. Rasa sesaknya tak terkira.

Hingga semuanya menyelesaikan makan malamnya, Semesta bahkan belum menyelesaikan separuh makanan dalam piringnya. Dadanya terlanjur sesak. Dia yang memilih untuk bertahan, tapi dia sendiri yang kesakitan. Kenapa ibunya tak membawanya saja meski hidup dalam kepahitan. Atau memang dirinya anak yang tak diharapkan?

"Mas Semi...belum selesai makan?"

Semesta hanya menggeleng sebagai jawaban. Dia tak mau bersuara jika akhirnya tak dapet menahan tangisnya. Dia tak juga ingin dilihat wajahnya yang kini penuh dengan air mata. Makanan yang ia makan pun kini tak berasa. Hambar seperti hidupnya. Sementara pelayan yang ada disana cukup tahu diri dengan apa yang terjadi dengan tuan mudanya. Maka perlahan pelayan itu pergi untuk memberi waktu Semesta.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang