▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Rin...Arin...Arino..."
Cakra langsung menangkap lengan Arin agar wanita itu berhenti. Arin berhenti, namun sama sekali tidak menoleh pada Cakra. Hanya Semesta yang berada dalam gendongannya yang memandang Cakra dengan tatapan sedihnya. Apalagi netranya yang berkaca-kaca, membuat rasa bersalah Cakra semakin membesar karena tadi sempat meninggalkan keduanya.
"Rin...saya minta maaf. Saya nggak tau kalau mama bakalan dateng. Saya juga minta maaf karena mama nyakitin kamu."
Arin masih diam. Wanita itu masih diam dan menundukkan kepalanya. Semesta dalam gendongannya saja sampai tak bisa melihat bagaimana raut wajah pengasuhnya.
"Arin..."
Perlahan Cakra berjalan ke hadapan Arin, masih dengan tangan yang menahan lengan pengasuh sang putra.
"Rin..."
Sungguh Cakra rasanya ingin menangis ketika melihat wajah Arin yang bersimbah air mata. Apalagi ada sedikit luka di pipi si wanita. Cakra yakin itu karena ulah sang mama. Tak ada isakan apalagi raungan. Tapi air mata itu mengalir dengan derasnya. Semesta yang melihat wajah si kakak pengasuhnya penuh air mata akhirnya ikut menangis. Bocah itu memeluk leher Arin dan menenggelamkan wajahnya.
Arin begitu malu. Malu karena dipermalukan di depan banyak orang. Juga malu karena tak bisa menahan amarahnya. Hatinya sakit mendengar dirinya dihina. Tapi lebih sakit lagi ketika anak yang diasuhnya dikatakan anak haram tanpa peri kemanusiaan.
Mendengarnya membuat hati Cakra sakit. Mamanya tidak pernah mengurusi hal apapun mengenai putra bungsunya, termasuk siapapun yang mengasuh Semesta. Tapi entah kenapa, kali ini sang nyonya terlalu banyak mencampuri urusannya. Dan yang paling Cakra tidak suka, mamanya membawa Arin dalam masalah mereka.
"Saya...hiks...emang miskin... Tapi...tapi saya...nggak pernah ada niat...goda mas Bian...hiks... apalagi...bapak."
Dikatakan dengan susah payah, Arin menahan agar tidak menangis meraung hingga rasanya sesak. Rasa perih di pipinya tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Di depan banyak orang, dia dikatakan dengan begitu hina.
Cakra tak tahu lagi harus bagaimana. Dia tak berpengalaman menangani wanita yang menangis. Selama menikah dulu, mantan istrinya tak pernah menangis. Ketika Ersa tahu Cakra memiliki Semesta karena sebuah insiden pun wanita it terlihat tegar. Hingga hasil sidang perceraian keduanya keluar pun Ersa tak terlihat menitikkan air mata untuk Cakra.
Maka dengan keyakinan jika yang akan dia lakukan itu benar, Cakra melepas jasnya dan memasangkannya pada tubuh Arin agar wanita itu tidak kedinginan. Meski tidak tahu apa yang terjadi, mata tajamnya menangkap bagian basah yang terlalu banyak pada dress yang dikenakan Arin. Lalu entah keberanian darimana, Cakra memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu ke dalam pelukan. Niatnya hanya ingin menenangkan Arin begitupun sang putra kesayangan.