▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Semi..."
Semesta tak menjawab, tapi Arin merasakan jari yang digenggam nya kini balik menggenggamnya erat. Arin yakin jika dokter tidak pernah mengatakan ada yang salah dengan suara Semesta. Namun remaja itu tidak pernah lagi berbicara sejak bangun dari tidur panjangnya. Ah...kecuali ketika ia sadar untuk pertama kalinya. Semesta menangis dan meneriakkan protes tentang kondisinya.
"Papa pasti cepet dapet donor buat kamu."
Genggaman pada tangannya kini mengendur. Semesta memejamkan matanya meski semua tetap sama. Hanya gelap yang terasa. Semesta ingin marah, namun tak tahu ingin melampiaskan pada siapa. Apa semua orang juga mengalami ujian yang sama sepertinya? Kenapa bertubi-tubi musibah menimpanya?
"Kakak tau kamu pasti sedih. Kalau ada di posisi kamu, kakak juga nggak yakin bisa sekuat kamu. Tapi kamu kuat Semi. Kamu kuat bisa bertahan sampai disini. Jangan nyerah, ya."
Dia kuat? Semesta tidak kuat. Dia ingin menyerah dengan takdirnya. Tapi suara-suara yang terdengar saat ia tertidur lelap, membuatnya terbangun dengan terpaksa. Semesta paling tidak bisa mendengar orang-orang yang ia sayangi bersedih karenanya.
"Maaf ya...ini semua gara-gara kakak."
Ucapan Arin memelan di akhir. Jika saja Semesta tak melindunginya, mungkin dia yang sekarang kehilangan penglihatan atau bahkan telah pergi dari dunia. Tapi bocah itu melindunginya. Tak peduli dirinya dalam kondisi berbahaya, Semesta melindunginya.
"Kalau bisa, kakak juga mau donorin mata kakak buat kamu, biar kamu bisa melihat lagi, Sem."
Semesta langsung menggeleng dan meraba kembali dimana sekiranya tangan Arin berada. Untungnya wanita itu dengan sigap mengambil tangan Semesta dan kembali menggenggamnya. Kembali gelengan Semesta berikan. Bibirnya membuka seakan ingin mengatakan sesuatu, namun kembali menutup setelahnya.
Memang tidak ada yang salah dengan pita suara Semesta seperti yang dokter katakan. Si bungsu tak berbicara karena memang ia tak ingin bersuara. Dia takut jika bersuara malah hanya tangis yang terdengar. Dia takut jika dia malah menyalahkan takdir yang membuatnya demikian. Semesta memilih diam karena dia sendiri lelah dengan hidupnya. Terserah bagaimana kini semesta menentukan jalan takdirnya, karena dia hanya Semesta kecil yang bisa menerima.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.