▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Hiks...Semi..."
Ketiga kembar tapi tak serupa itu saling berpelukan. Mendengar isakan si tengah membuat dua yang lainnya ingin menangis juga. Sedangkan Arin membekap mulutnya agar tidak ada isakan yang keluar. Harusnya dia masih beristirahat dan tidak keluar kamar. Tapi berita yang ia dengar membuatnya bersikeras untuk keluar.
Sementara Cakra tak lagi ingin menyembunyikan air matanya. Hatinya hancur sehancur-hancurnya. Tak menyangka kondisi putranya akan lebih buruk dari yang ia pikirkan. Abian juga hanya diam. Ingin menangis bersama yang lain tapi kalah dengan rasa gengsinya. Apalagi disini ada sang mama yang entah ada angin apa hari ini memaksa ikut dengannya.
"Udah Ca...dokter bilang masih ada jalan."
Cakra menggeleng dan menghapus air mata yang terus menerus mengalir tanpa hentinya. Dia tak pernah menampakkan emosi atau rasa sedihnya. Namun kali ini Cakra tak bisa membendungnya.
"Gimana sama Semi, Nan? Gimana sama dia kalau tau dia nggak bisa ngeliat?"
Sehancur apa Semesta jika tahu dirinya tak bisa melihat? Sehancur apa Semesta jika tahu kondisinya tak lagi sama? Yonanta yang membayangkan saja ikut merasa hancur. Bagaimana dengan Semesta yang menjalaninya?
Ada kerusakan di matanya akibat terkena serpihan kaca. Jalan yang disarankan adalah mencari donor mata. Tapi mereka juga tahu jika mencari donor tidak semudah membalik telapak tangan. Jalan tercepat melalui pasar gelap yang harganya bisa berkali-kali lipat. Itupun belum tentu juga cocok dengan si penerima.
Selain mata, akibat terjepit bodi mobil, Semesta juga mengalami patah tulang rusuk yang berakibat melukai paru-parunya. Juga beberapa retak di tulang panggul. Tangan kanannya masih patah, juga pengobatan dan pemulihannya tentu lebih lama. Semesta harus benar-benar beristirahat dan melakukan apa yang dikatakan dokter selama pemulihannya nanti. Si bungsu akan hidup di tempat tidur untuk waktu yang cukup lama. Dan Cakra mengkhawatirkan hal itu juga. Kuatkah Semesta menjalani nantinya?
"Dan donor mata...kita tahu sendiri nyari donor organ itu bukan hal yang mudah."
"Nggak mudah bukan berarti nggak bisa. Aku juga bakal bantuin."
Tentu saja Yonanta tak akan diam. Dia pasti akan mencarikannya sekalipun itu harus dari luar negara.
"Gimana kalau punyaku aja, Nan? Selama ini aku hidup sehat, pasti cocok kan?"
"Jangan bodoh, Cakra!"
Bukan. Bukan Yonanta yang menjawab pertanyaan Cakra, melainkan nyonya besar Sanjaya. Beliau menatap putra sulungnya itu dengan tatapan tidak percaya.
"Aku nggak bodoh. Demi anakku sendiri."
"Cuma demi anak itu kamu rela ngorbanin apapun?"
"Sekalipun itu bukan Semi, aku bakalan ngelakuin hal ini ma. Kalau itu kembar atau Abian, aku juga bakal melakukan hal yang sama."