Tanpa Kemajuan

283 56 20
                                    

Waktu berjalan begitu cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa tujuh hari telah terlewati tanpa ada kemajuan yang berarti. Yonanta masih setia mengamati Semesta yang masih betah memejamkan matanya. Dia bergantian dengan Revana, istrinya, untuk menjaga Semesta. Cakra masih harus menyelesaikan urusan perusahaan dan mencari dalang dibalik semua kejadian.

"Kamu pasti kuat, kan? Disaat kayak gini pun papa kamu masih dikasih cobaan."

Yonanta bukan orang yang saleh. Dia selama ini hanya berpikir jika musibah akan menimpa orang yang melakukan kesalahan sebagai imbal baliknya. Tapi melihat pada Semesta, semua pemikirannya berubah. Bocah polos yang tidak tahu apa-apa bahkan mendapatkan banyak musibah dan cobaan. Ujian datang silih berganti dalam hidupnya. Sekalipun orang tuanya memang memiliki kesalahan, tidak adil bukan jika anak baik seperti Semesta yang mendapatkan hukuman.

"Kamu janjian sama Arin ya buat nggak bangun? Emang disana kalian ngapain?"

Arin juga belum sadarkan diri. Kondisinya telah membaik. Benturan di kepalanya juga tidak berbahaya dan luka-luka lainnya juga berangsur membaik. Tinggal pemulihan cedera pada kakinya, selebihnya kondisi Arin bisa dibilang baik-baik saja. Tapi entah kenapa Arin tidak kunjung membuka matanya.

Sedangkan Semesta...Yonanta tidak tahu bagaimana harus mengatakannya. Kondisinya memang tidak memburuk, tapi juga tidak lekas membaik. Luka-luka luar memang berangsur sembuh. Operasi juga berhasil dan tidak ada infeksi. Tapi untuk yang lainnya tidak ada perkembangan yang berarti. Dokter juga tidak bisa mengatakan lebih banyak karena mereka juga harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut saat Semesta bangun nanti.

"Semi...bangun yuk. Kalau kamu nanti bangun, om kasih tiga permintaan. Eh salah...banyak permintaan. Apapun yang kamu minta, om pasti kabulin buat kamu."

Yonanta ingin Semesta mendengarnya. Meski tidak ada penelitian pasti, dia yakin jika Semesta mendengar semua yang ia katakan meski bocah itu menutup mata. Tak lelah Yonanta merayu Semesta agar segera bangun.

"Papa kamu juga janji mau jadi papa yang baik. Abang-abangmu juga nungguin loh. Apalagi Andra sama Felix. Petra juga pengen minta maaf sama kamu."

Si kembar beberapa kali datang untuk menjenguk secara bergantian. Masing-masing juga telah berbicara pada Yonanta tentang apa yang terjadi pada mereka selama ini.

"Kamu sekarang nggak perlu takut sama nenek. Abang-abangmu pasti belain kamu nanti."

Bukan rahasia jika ibu dari sahabatnya itu membenci cucunya sendiri. Yonanta bahkan yakin nyonya besar Sanjaya itu akan senang mendengar berita kecelakaan Semesta.

"Kadang...orang tua itu egois. Katanya anak itu anugerah terindah. Tapi nyatanya, anak hanya sekedar pemuas ekspektasi. Dituntut hidup sesuai dengan keinginan mereka dengan embel-embel demi kebaikan kita."

Yonanta sendiri mengalaminya. Bagaimana ayah dan ibunya menjadikan dirinya sebagai alat untuk mencapai keinginan dan cita-cita mereka. Semua kehidupannya didikte sampai urusan rumah tangga. Hingga akhirnya Yonanta muak dan memilih untuk kabur dari rumah. Meski akhirnya kedua orang tuanya meminta maaf dan membiarkan Yonanta hidup sesuai dengan keinginannya, luka yang dimilikinya tak akan pernah hilang.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang