Petra mengeratkan pegangannya pada tas ransel yang ia kenakan. Dia meragukan kembali keputusannya untuk datang kemari. Tapi dia sudah mencuri-curi waktu kemari dan jika pulang sekarang, maka sia-sia dirinya pergi sembunyi-sembunyi.
"Bodo amat lah..."
Baru saja akan berbalik, namun kerahnya ditarik bak anak kucing.
"Ngapain balik?"
Yonanta dengan wajah sangarnya memandang Petra yang menelan ludah gugup. Lelaki itu lalu melepaskan tangannya dari kerah Petra, namun masih mengamati putra sulung dari Cakra itu.
"Kalau mau jenguk ya jenguk aja, nggak usah sok nyasar. Ini rumah sakit, bukan alamat palsu."
Kening Petra mengernyit mendengar ucapan Yonanta. Tidak mengerti tapi tidak berani bertanya.
"Ck... lambat..."
Kembali kerah itu ditariknya untuk ikut masuk ke dalam kamar Semesta.
"Taruh barangnya, cuci tangan, jangan lupa pakai antiseptik."
Yonanta lalu mencuci tangannya terlebih dahulu. Kebiasaan yang tidak pernah ia lupakan setiap kali memasuki kamar ini. Petra juga mengikutinya. Wajahnya masih tertunduk. Bukannya takut pada Yonanta. Hanya berpikir apa yang akan dilakukannya disini.
Semua dilakukan Petra dalam hening. Dia sama sekali tak membuka suara. Yonanta hanya memandang malas pada kembar tertua. Kemarin Felix tidak begitu menguji kesabarannya. Felix sebenarnya anak yang manis. Tidak seperti Petra yang lebih keras kepala.
"Mau ditemenin apa ditinggal?"
Bukannya menjawab, Petra malah hanya memandang Yonanta.
"Ni anak Cakra bikin kesel. Gue pergi bentar. Itu adek lo bisa denger walaupun dia merem. Jadi jangan ngomong aneh-aneh."
Kembali Yonanta memberikan waktu untuk Petra seperti dia kemarin memberikan waktu pada Felix untuk berbicara berdua dengan adiknya. Tapi mengesalkannya, Petra tidak memberi jawaban apapun hingga Yonanta menghilang dari balik pintu.
Posisinya kini masih berdiri, berjarak kira-kira satu meter dari tempat tidur Semesta. Dari semua anak Cakra, hanya dirinya yang belum pernah sama sekali menjenguk Semesta. Awalnya Petra hanya menganggap Semesta mencari perhatian seperti biasa. Menganggap kecelakaan yang dialami oleh Arin dan Semesta tidak parah dan hanya memerlukan beberapa hari perawatan.
Namun ketika menyalakan televisi dan melihat berita, seketika rasa cemas menderanya. Dia memang tidak menyukai Semesta. Tapi mendengar adiknya mengalami kecelakaan parah dan tak tahu bagaimana keadaannya sekarang membuatnya diserang kekhawatiran. Berbagai pertanyaan bertengger dalam kepalanya, tak satupun berani dia ucapkan. Rasa gengsinya lebih besar.
Tapi melihat papa dan om-nya yang makin hari makin kacau, Petra tak bisa untuk tidak memikirkan. Separah apa keadaan keduanya hingga harus berhati-hati dirawat. Dan mendengar kedua adiknya telah menjenguk si bungsu membuat Petra tergugah untuk mengikuti jejak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta
أدب الهواة▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya. ▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin). ▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka. ...