ᮘᮘ᮪ |᮶| : Jati Diri

40 8 3
                                    

Naditya tidak lagi membuka pintu kamarnya kepada siapapun, setelah perdebatan besar dengan sang ayah malam itu. Paginya Naditya pergi pada pukul lima dini hari setelah menyiapkan sarapan sebelumnya, yang nanti tinggal di hangatkan kembali. Kebetulan saat itu Bu Nias dan tiga temannya Naditya menginap. Hingga Naditya tidak merasa khawatir lagi untuk sarapan bagi sang ayah.

Sankara?

Sebenarnya dia sudah bangun saat mencium wangi harum dari arah dapur. Tapi, mengingat situasi, Sankara hanya bisa diam-diam mengintip anaknya itu. Matanya menatap sendu tanpa tahu pemikiran apa yang sedang hinggap dipikiran Sankara. Setelahnya ia kembali beranjak ke kamar dan diam-diam melihat kearah Naditya yang bergegas berangkat menuju sekolahnya.

Ayah dan anak ini sebenarnya penuh dengan kasih sayang, namun keadaan memaksa mereka melakukan hal itu.

"Inisiatif nya 5/10." celetuk Nias yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Tau apa kamu?"

"Lebih tahu dari kaka ipar." sindirnya seraya memeletkan lidahnya dan pergi dari samping Sankara.

Naditya melihat  keadaan sepi sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Naditya melihat  keadaan sepi sekolah. Pikirnya emang siapa yang mau datang pagi buta kek gini. Pasalnya aturan disekolah ini mengatakan jam masuk sekolah itu pukul 8 pagi. Yah saat ini tidak terlalu sepi juga siswa-siswi yang terhitung jumlahnya juga sudah menampakkan diri berjalan menuju kelasnya.

Begitupun dengan Naditya yang langsung pergi ke kelasnya. Meski bosan ya setidaknya kelas adalah tempat kemana ia bisa pergi jika tidak ada tempat di sekolah ini yang tidak bisa ia kunjungi.

Mata Naditya membelalak terkejut ketika melihat di kelas itu ia tak sendiri. Ia sampai mengerjap mencoba membenarkan penglihatannya. Takut-takut ia hanya halusinasi atau mungkin hantu. Tapi, tidak. Itu benar-benar Arya. Dia sudah disini?

Naditya bersikap acuh duduk di samping lelaki itu yang tengah menenggelamkan kepalanya diantara tangannya. Ia nampaknya tengah tertidur pulas. Tidak memiliki kehendak untuk menganggu. Naditya membawa earphone dan Novel dari tasnya.

Ia menikmati hal itu diam dan hening disini. Terasa damai.

Sayup-sayup ia mendengar seseorang berkata. "Sorry buat kemarin," katanya.

Naditya melepas earphone nya. "Hah!"

Arya menenggakkan tubuhnya dan menatap gadis itu lamat-lamat. Jika dilihat dari ekspresinya, ia nampak akan murka. Tapi ternyata salah, dia hanya mengulang perkataannya dengan sikap yang acuh.

Naditya tersenyum kecil. Sepertinya Arya memiliki gengsi yang tinggi. Naditya mengapresiasi kemauan Arya untuk meminta maaf padanya.

"Santai ...." kata Naditya seraya memakai kembali earphonenya.

Setelahnya tak ada percakapan lagi diantara mereka. Naditya menyenderkan dan kembali membaca novelnya dengan tenang. Arya nampak melirik gadis itu dengan ekspresi yang sulit di tebak. Ia juga nampak fokus melihat cincin Naditya sebelum ia kembali ke posisi semula dan tertidur.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang