ᮘᮘ᮪ |᮶᮲| : Pelaku Utama

18 3 1
                                    

Melihat ekspresi pak Badaruddin yang layu Naditya langsung berkata dengan cepat.

"Kejadian yang lalu biarlah berlalu, sekarang ibu udah tenang."

Pak Badaruddin tersenyum lemah seraya mengangguk kecil.

"Baiklah apa yang mau kanjeng nyai tanyakan?"

Satu pertanyaan itu mampu membuat ekspresi Naditya yang santai berubah menjadi serius.

"Seperti yang sudah aku bilang tadi, pelaku utama dibalik penyerangan 17 tahun yang lalu itu belum ditangkap. Kita hanya memiliki dugaan. Jadi, bapak ingat ada sesuatu yang mencurigakan waktu penyerangan itu?"

Pak Badaruddin langsung berpikir keras mencari sesuatu di dalam ingatannya. Ingatan perihal hal itu berlarian di kepalanya satu persatu. Membuatnya mengingat soal bagaimana kejamnya pasukan ghaib yang dibawa seseorang itu.

Malam yang temaram itu kediaman Kanjeng Ratu Gayatri di serang. Mereka mati-matian menahan serangan itu agar tidak bisa mengikuti pelarian Gayatri dan Sankara serta anak mereka-Naditya. Hari itu pak Badaruddin sebagai kepala pasukan menginstruksikan pasukannya untuk mencegah mereka mengejar mobil yang sudah melaju itu. Tapi, saat itu ia kecolongan. Ia ingat dengan sangat seekor kucing hitam yang tiba-tiba menyerang mata pasukannya hingga penglihatan mereka mengabur. Hanya tersisa dia saat itu yang bisa melihat dengan jelas. Tapi dirinya sendiri tidak bisa menahan pasukan ghaib itu. Alhasil seorang lelaki bertudung yang pak Badaruddin percayai sebagai pemimpin pasukan ghaib itu memimpin beberapa dari mereka mengejar Gayatri dan yang lainnya. Setelah itu pasukan mati-matian menyerang dengan insting mereka. Tapi layaknya tak ada target mereka mundur dengan sendirinya. Saat itulah pak Badaruddin hanya bisa mengutus beberapa orang pasukan untuk melindungi Gayatri. Hanya saja sampai saat ini orang-orang itu tak pernah terlihat kembali dan pasukan yang terluka hanya dapat di beri kompensasi lalu di bubarkan dengan terpaksa karena titah.

Tak ada yang aneh dari pertarungan itu. Seperti perang biasanya yang sering pak Badaruddin dengar dari tetua. Adakah yang aneh dari perang itu? ya mungkin selain kucing itu tak ada lagi yang aneh.

Ah... Kucing

"Kanjeng nyai, ada kucing di pertarungan itu!" ungkap Pak Badaruddin.

Mendengar perkataan itu semua orang di ruangan itu terlonjak kaget. Bagaimana bisa ada seekor kucing?

"Kucing?" tanya Nias.

"Iya!" Pak Badaruddin menganggukki.

"Gimana ciri-ciri kucing itu?" tanya Dhika selanjutnya.

Pak Badaruddin nampak berkata sambil mengingat-ingat.

"Ngga ada yang spesial, hanya seekor kucing kecil. Tapi itu bukan kucing biasa, gerakannya sangat lincah dan gesit bahkan anggota pasukanpun di kalahkan olehnya."

"Gimana bisa pasukan elite kerajaan Sendang Rani di kalahin cuma sama kucing?!" gertak Nias.

"Itu kelalaian saya." pak Badaruddin menundukkan kepalanya dengan penuh penyesalan.

"Bu!"

Kanaya yang duduk disamping Nias mencoba menenangkan Nias agar tidak tersulut emosi. Kemudian ia berpikir kembali. Jika kucing ini bisa melumpuhkan pasukan elite kerajaan Sendang Rani berarti ini memang bukan kucing biasa, harusnya ia satu ras dengan golongan bangsawan dari Kerajaan Jayakarsa. Dan energi spiritualinya harus ada di tingkat Anahata atau Visuddhi.

"Kalo kucing itu emang bisa ngalahin pasukan elite harusnya dia ada di tingkat Anahata atau Visuddhi," ucap Kanaya yang masih nampak tenggelam dalam pikirannya. "Jika dia golongan makhluk ghaib bukan golongan bangsawan kerajaan Jayakarsa berarti dia makhluk ghaib tingkat 3 atau tingkat 4."

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang