ᮘᮘ᮪ |᮱᮵| : Tunangan Arya?

34 8 1
                                    

Hari Senin selalu di awali dengan keluh kesah. Belum lagi mereka harus upacara. Kalian tahu? Ada kata-kata yang mengatakan, habis minggu terbitlah senin. Bukannya apa-apa, pasalnya upacara selalu dilakukan di lapangan utama yang terbuka, dan matahari selalu saja nampak sangat terik, bahkan seakan sengaja menampakkan eksistensinya. Yah ... Itu sedikit menyiksa.

Begitu bel upacara berbunyi, semua murid berbondong-bondong masuk ke lapangan upacara. Entah itu dipaksa atau dengan kehendak sendiri yang penting mereka harus pergi ke lapangan. Dan seperti sekolah pada umumnya, ada juga murid yang berhasil lari dari upacara senin ini, entah itu bersembunyi di kantin atau lolos dari kejaran guru killer dan aggota PKS karena bersembunyi.

Yah, begitulah normalnya suasana pagi ini. Naditya yang kini sudah berdiri dijajaran tengah kelasnya hanya dapat pasrah menjalani upacara senin pagi ini. Ia sudah mengalami ini selama 10 tahun. Jadi, sudah terbiasa.

Upacara dimulai.

Tapi, kalian tahu apa? Setalah Arya berkata bahwa Naditya mirip dengan perempuan yang ia cari, ia membuat Naditya entah mengapa selalu menyadari keberadaannya bahkan secara tidak sadar juga matanya selalu tertarik ketika mendengar nama lelaki itu disebut. Tunggu, kenapa dengan Naditya sekarang?

Bahkan hal itupun terjadi sekarang. Naditya menyadari jika lelaki itu berdiri sejajar dengannya. Padahal Tahula dan Firas berdiri jauh di belakang agar bisa ngobrol dan istirahat. Apakah ini hanya perasan Naditya saja? Ia merasa kalau Arya sengaja mendekatinya.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba Firas diam-diam menghampiri Arya dan berkata, "Ka, ke UKS aja udah!"

Mendengar itu Naditya hanya dapat menghela napas kasar. Dia melupakan bahwa Arya sama seperti cowok kebanyakan. Dia juga bukan murid serajin itu.

"Jangan ajak gue mabal!"

"Mata lo! Lo nggak pake contact lens anjir... Apa nggak sakit?" gerutu Firas yang kesal sendiri.

Sontak hal itu membuat Naditya menajamkan telinganya. Ada apa dengan mata Arya? Hal itu membuat Naditya bertanya-tanya.

Arya memang nampak selalu menundukkan kepala. Ia bahkan sering terlihat hanya menutup matanya lalu menatap sekeliling sekali-sekali sebelum kembali menutupkan matanya lagi.

"Upacara mau dimulai!" kata Arya acuh.

Firas sudah akan melontarkan sumpah serapah dan memarahi Arya. Tapi, lelaki itu masih tetap teguh dalam pendiriannya. Hingga akhirnya Firas menyerah dan kembali berjalan ke belakang.

Naditya nampak berpikir. Kemudian ia mengeluarkan kacamatanya dari saku kemejanya. Itu adalah kacamata photocromic yang biasanya ia pakai untuk mata pelajaran Simdig yang termasuk kedalam mata pelajaran hari ini.

"Nih!" ujarnya seraya menyodorkan kacamata itu pada Arya. Arya samar-samar melihat kacamata didepannya.

Merasa di acuhkan, Naditya memutar tubuh Arya dan memakaikan kacamata itu dengan cepat. Setelahnya ia kembali ke posisi semula.

Arya mematung ditempat. Ia masih mencoba menangkap apa yang baru saja terjadi padanya. Kemudian ia menyadarkan diri dan kembali keposisi semula juga.

"Fotofobia!" suara bisikan Naditya, terdengar oleh Arya, yang membuat Arya spontan menajamkan telinganya. "Mata lo sensitif sama cahaya, kan?" tanya Naditya.

Arya berdeham sebagai jawaban mengiyakan.

"Pake dulu kacamata itu. Itung-itung, balasan dibawain sarapan kemarin."

Arya kembali berdeham sebagai jawaban.

"Nanti, abis upacara gue balikin ke lo, lunch box nya."

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang