ᮘᮘ᮪ |᮶᮰| : Masion Lama

15 5 0
                                    

Setelah pamit akan berkeliling sebentar untuk mencari jajanan. Kini tibalah mereka di depan sebuah rumah, ah tidak ini masion besar dan ini berbeda dari apa yang Bu Nias katakan. Masion ini sangat bersih, rapih, seakan terawat dengan baik. Bahkan Nias sendiri kebingungan.

Nias meletakkan telapak tangannya di pagar untuk membuka pintu. Ia nampak tengah membuka tabir pelindung di sekitar mansion itu. Selanjutnya ia masuk diikuti yang lainnya di belakang.

Begitu pintu utama dibuka nampak sebuah ruang utama yang megah dan cantik. Nias bernostalgia sendiri. Tampaknya tak ada yang berubah sedikitpun disini. Susunan barang masih tetap sama seakan tak tersentuh sedikitpun.

Naditya yang masuk terakhir karena ia mencoba mempersiapkan mentalnya untuk masuk kedalam rumah kedua orang tuanya itu. Takut-takut hatinya akan hancur jika ia melangkah masuk barang selangkah saja.

Begitu masuk aura energi baru yang familiar menyapa Naditya. Apakah ini aura energi ibunya?

Aura lembut itu seakan menggambarkan sosok penuh kasih sayang ibunya. Jika ibunya tidak meninggal dulu seperti apakah ia sekarang? Pertanyaan itu selalu berputar di kepala Naditya. Dan akhirnya Aura energi spiritual ini menjadi jawabannya.

Aura samar ini seakan memberikan gambaran sosok ibu yang tak pernah Naditya lihat, bahkan Naditya rasakan. Tapi aura disini seakan menjadi kunci jawaban bagi Naditya tentang rasa penasarannya terhadap ibunya.

"Kediaman ini di bangun setelah prabu Alengka melakukan moksa¹, diberikan dari generasi ke generasi. Terdapat beberapa perubahan seiring berjalannya zaman. Tapi auranya tidak pernah berbohong," jelas Nias.

Mereka berempat kecuali Naditya menghirup dalam-dalam. Aura energi spiritual itu otomatis terdeteksi dengan sendirinya. Mereka merasakan perbedaan aura dimasion ini dan itu sangat kentara.

Mereka berjalan menyusuri ruangan demi ruangan. Dan setiap ruangan membuat orang-orang merinding. Terakhir adalah kamar milik orang tua Naditya. Kamar yang menjadi saksi bisu kejadian waktu itu. Kejadian yang membuat segalanya hancur seperti sekarang.

Tunggu membicarakan waktu kelahiran Naditya. Bukankah waktu itu terjadi penyergapan bahkan sampai keluarga ini dikira dibantai habis oleh warga disini? Kenapa keadaan rumah ini nampak elok?

Naditya masuk kekamar itu diikuti yang lainnya mereka menyebar disana melihat-lihat area di kamar itu. Hanya Naditya yang mencoba mencari celah untuk mendapatkan sedikit penerangan terhadap pertanyaannya tentang keadaan rumah ini.

Naditya menyusuri setiap inci kamar itu. Setidaknya dia tahu jika kamar ini adalah TKP awal mula kejadian 17 tahun yang lalu.

Tapi, Nihil. Bahkan seakan tak ada tanda-tanda perkelahian. Apakah rumah ini diurus seseorang?

Tunggu, sinar biru apa itu?

Naditya menyipitkan matanya kearah dibalik sebuah lemari besar. Sepertinya ada benda yang terhimpit disana. Naditya mencoba menajamkan matanya. Sinar biru itu kian menarik perhatiannya.

Sampai tiba-tiba...

"Sedang apa kalian disini?"

Mereka semua terkejut bukan main. Spontan membalikkan tubuh mereka melihat kearah pintu. Disana berdiri Pak Badaruddin, selaku lebè² desa Sanghiang dan salah satu tetua yang menyambut mereka tadi. Dia yang paling kentara diantara yang lainnya. Karena wajahnya yang sangar dan pembawaannya yang angkuh dan dingin.

Mereka tertegun diam, bingung ingin menjawab apa.

"Apa kalian bisa mendengar?" sarkas Pak Badaruddin.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang