Siang menjelang sore, mereka bergegas meninggalkan area rumah itu. Setelahnya mereka berpamitan kecil dengan tetua disana dan pamong desa.
Tapi, sebelum berjalan menuju area parkir mobil Naditya berkata.
"Bu, aku ada yang ketinggilan kalian duluan aja ke parkiran."
Ia ingat soal hadiah dari ibunya itu.
"Eh sendirian?!" tanya Bu Nias dengan nada khawatir.
Tapi Naditya berlari begitu kencang sampai tidak sempat mendengar perkataan Nias saat itu. Akhirnya Dhika berancang-ancang mengejar Naditya. Tapi ia kalah cepat dengan Arya yang langsung berlari mengejar Naditya.
Mata Dhika gelap seketika. Kenapa manusia harimau itu kini begitu lengket dengan Naditya? Mengesalkan, pikir Dhika.
Dhika memutar tubuhnya, moodnya untuk mengejar Naditya dan menemani gadis itu hilang. Tanpa sepatah katapun ia berjalan kearah parkiran mobil meninggalkan Nias dan yang lainnya yang masih terdiam di tempat.
Para tetua desa dan pamong desa hanya bisa diam melihat adegan itu. Dengan canggung Nias pamit sekali lagi mengikuti Dhika. Kemudian pak Mukhtar, Hara, dan Kanaya menyusul mereka ke parkiran.
Sementara itu...
Naditya berlari menuju kediaman tempat tinggal orang tuanya. Ia berlari langsung kedalam rumah itu. Matanya menatap nanar area ruang itu kembali.
Arya tiba tak lama kemudian. Ia hanya dia disamping Naditya tanpa berkata apapun.
Hingga Naditya membuka suara. "Arya, kamu tau ngga? Kata Ki Pangrango benda di sekiling kita itu menyimpan kenangan," jelasnya melankolis.
Arya tahu soal konsep ini. Itu diajarkan juga di perguruan kerajaan Jayakarsa. Ada yang namanya Ajian Amerta. Ajian yang akan membangkitkan kenangan tempat itu. Dan saat ini ajian itulah yang sedang di rapal oleh Naditya.
Mata indah itu terpejam apik. Begitu ajian itu di rapal kan tangannya mengalun halus di udara. Energi spiritual lalu merekah dari tubuhnya dan menyebar di area rumah itu. Hingga sebuah ilusi tercipta menampakkan kehidupan orang tua Naditya.
Senyum kecil tercipta seiring dengan sebuah teater kecil yang di buat oleh ilusi itu. Naditya menatap lekat-lekat seorang wanita berpakaian anggun itu duduk di sofa sambil membaca dan mencemili kuaci. Sesekali ia mengelus perut buncit nya dan bersenandung kecil, kehidupan sederhana yang damai pikir Naditya.
"Arya, itu nyokap gue?" lirih Naditya.
Arya melirik gadis itu diam-diam sambil berdeham kecil mengiyakan pertanyaan gadis itu. Gadis itu tersenyum kecil mendengar dehaman kecil Arya, tapi matanya menampakkan tatapan penuh kesedihan.
Ibunya sangat cantik!
Teater kecil itu terus berjalan memperlihatkan kehidupan damai kedua orang tuanya terpampang nyata didepan Naditya. Mata mereka yang penuh kasih sayang menunggu kehadiran Naditya terpancar sangat jelas.
Lantas setetes air mata jatuh membasahi pipi Naditya.
Berdosa sekali dia menghancurkan kehidupan orang tuanya. Memisahkan ayah dan ibunya. Kenapa takdir begitu kejam pada mereka?
Arya yang melihat gadis itu menangis, lantas menggenggam erat tangan mungilnya. Sesekali ia mengelus punggung tangan gadis itu dengan lemah lembut dan menyalurkan kehangatan pada Naditya.
Adegan demi adegan berlangsung. Keluarga harmonis itu seakan dapat membuat orang iri. Hingga ke adegan dimana Gayatri nampak masuk kedalam rumah dengan wajahnya yang berseri-seri. Ia memanggil Sankara dengan nada bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Biru & Harimau Putih
FantasySemenjak peperangan itu pecah, Keturunan kerajaan Sendang Rani menjadi target orang-orang kerajaan Jayakarsa. Mereka mengincar Keturunan dari Raja Narawangsa yang lahir di hari jum'at kliwon karena di percaya dapat membuka Lawang Agung hingga mereka...