ᮘᮘ᮪ |᮴᮳| : 3 Murid Ki Pangrango

17 3 1
                                    

Di sebuah padepokan di antara hutan belantara, seorang lelaki dengan berwajah pucat pasi duduk bersila dengan seorang lelaki tua di belakangnya. Mata keduanya tertutup, lelaki tua itu menggerakkan tangannya dan mulutnya sibuk merapal ajian. Selanjutnya kedua telapak tangannya mendarat di punggung lelaki berwajah pucat itu.

Lelaki pucat itu adalah Hara. Karena melanggar ucapan Ki Pangrango waktu itu beginilah yang terjadi. Setelah lima hari berlalu bahkan ia tak kunjung pulih. Energi spiritualitas ada kala kembali memulih, tapi kalah lagi dengan energi spiritual milik Arya. Hal ini juga disebabkan oleh Ajian Penguat Diri. Ki Pangrango sendiri masih tidak menyangka soal dampak luar biasa Ajian Penguat Diri jika di gabungkan dengan Energi spiritual Keturunan bangsawan manusia harimau.

Keturunan bangsawan manusia harimau memang memiliki energi spiritual yang luar biasa ditambah ajian penguat diri yang malah membuat energi spiritual Arya di tubuh Hara malah menjadi seperti parasit. Tak mengherankan jika energi spiritual Hara yang disertai ajian penyembuhan Ki Pangrango masih belum bisa mengalahkan energi spiritual itu.

Begitulah pemulihan energi spiritual berlangsung. Tahap awal adalah mengalahkan energi spiritual milik Arya kemudian menggantinya dengan yang baru. Konsekuensinya Hara bisa kehilangan banyak energi spiritual dan paling parah turun tingkatan energi spiritualnya.

Setelah selang beberapa lama Ki Pangrango menyudahi pemulihan energi itu. Dia membuka matanya dan menotok titik di leher Hara. Hal itu ia lakukan untuk menghindari penyebaran energi spiritual Arya agar tidak sampai otak, jika itu terjadi maka Hara bisa saja kehilangan kewarasannya kecuali jika energi spiritual miliknya di hilangkan.

Barulah setelah itu Hara membuka matanya, ia mengedar nanar ke sekeliling tanpa tenaga. Ki Pangrango langsung membantunya berdiri dan mendudukannya di kasur bambu kuning di ruangan itu.

"Gimana keadaan saya, Ki?" tanya Hara dengan suara peraunya yang mengundang rasa iba.

Ki Pangrango hanya dapat menghela napas. Dia duduk di sebuah meja sembari menyeruput kopi hitam yang nampak sudah habis setengahnya disana. Kemudian matanya menatap Hara.

"Menurutmu," katanya tanpa menjelaskan apapun.

Hara menundukkan kepalanya seakan sudah tahu maksud gurunya ini. Sepertinya tak ada harapan lagi baginya. Energi Arya sudah terlalu mendominasi, apalagi sekarang sudah meledak karena adanya ajian penguat diri.

"Berapa lama lagi saya bisa bertahan?" tanyanya.

Tapi suara pintu yang dibuka paksa menginterupsi keadaan saat itu. Seorang gadis masuk dengan langkah menggebu-gebu. Hara terkejut bahkan sampai hendak berdiri tapi, tenaganya tidak membiarkannya untuk berdiri. Hanya Ki Pangrango yang masih santai meminum kopi hitamnya.

"Masih lama bego, ngapain nanya lagi?!" ketus gadis itu ketika sampai di depan Hara.

Hara menatap gadis itu dan Ki Pangrango bergantian. Kemudian menarik kecil lengan baju gadis itu. "Nay, disini ada Ki Pangrango," bisiknya memperingatkan.

Gadis itu adalah Kanaya, siapa lagi kalau bukan dia. Emosinya memang selalu tidak bisa di kontrol. Hampir sebelas-duabelas dengan Nias dahulu.

"Gue tau! Jadi, gue yakin dia bisa sembuhin lo!"

Ki Pangrango berhenti menyeruput kopi hitamnya. Dia menaruh kopi itu di tatakan dan menutupnya dengan tutup gelas yang terbuat dari kayu itu.

"Hidup dan mati adalah kuasa Tuhan, Aki cuma bisa berusaha," ucapnya dengan tenang.

Tak terima dengan pernyataan penuh makna itu Kanaya dengan secepat kilat mengeluarkan keris kecil dari balik lengan bajunya dan menghunuskannya pada Ki Pangrango. Mata dipenuhi gelora api kemarahan.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang