Sankara menunggu dengan khawatir. Bagaiamana tidak, Tiba-tiba saja aura energi spiritual milik prabu Bagaspati mengguar dari arah kamarnya. Apa gadis itu menghadapi situasi yang menyulitkan? Ataukah aura keturunan agungnya sudah tidak dapat ditutupi lagi? Padahal sebentar lagi ia genap 17 tahun. Kenapa harus seperti ini?
Hal yang ditunggu-tunggu oleh Sankara terjadi, pintu gadis itu terbuka menampakkan dirinya yang sudah siap memakai seragam. Dengan senyum manis seperti biasa.
Sankara yang masih curiga mencoba mengintip sedikit kamarnya, nampak tidak ada sesuatu yang mencurigakan, seakan dia benar-benar baru bermain dengan kucing itu dan kucing itu juga di temukan tertidur lelap di sofa.
"Kamu ngga papa?" tanya Sankara selanjutnya.
Naditya menggeleng sembari tersenyum. "Ngga papa!"
Sankara menghela napas khawatir. Naditya berpikir, kenapa ia sekhawatir ini? Seperti saat ia hilang dan terluka dulu. Padahal hanya beberapa ancaman kecil yang bisa diatasi, mungkin?
"Ayah, mending ayah mandi dulu, biar aku siapin roti bakar kesukaan ayah."
Sankara tersenyum tipis. "Oke, oke!" ujarnya seraya mengusap kepala Naditya.
Dan sekarang kesempatan Naditya untuk pergi, jika tidak mungkin beberapa saat lagi ayahnya akan menyadari jika tangannya masih tremor karena keadaan tadi. Apalagi ia harus memberi Arya obat.
Tunggu, perlukah Naditya memberinya obat? Atas apa yang dilakukannya tadi seharusnya tidak usah. Tapi, bagaimanapun Naditya punya sisi kemanusiaan. Baiklah Naditya akan berbaik hati.
Pagi mulai terang. Akhirnya Naditya memutuskan untuk berangkat lebih pagi dari biasanya. Ia juga harus membawa Arya pada Firas, jika tidak dia akan benar-benar merasa bersalah pada Arya jika dia kenapa-napa.
"Itu kucingnya kau dibawa lagi?" tanya Bu Nias seraya melihat kucing itu.
Naditya mengangguk yakin. "Firas Chat, katanya ini kucing dia. Hari ini mau di balikin."
"Oalah, punya Firas."
Sankara yang baru keluar rumah bersiap untuk pergi hari ini, melihat kucing yang ada dalam pangkuan Naditya. "Eh kucingnya?"
"Punya temen sekelas, mau di balikin lagi!" jelas Naditya lagi.
"Itu kucingnya ngga papa? Kok kayak diem aja?" tanya Sankara lagi.
Naditya juga merasa begitu. Sejak pagi tak ada pergerakan dari Arya. Sangat tenang bahkan Naditya khawatir dia akan benar-benar mati karena muntah darah itu. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Arya?
Ok, tenang Naditya kita pikirkan setelah bertemu Firas.
"Emang mageran, Yah."
Sankara mengangguk-anggukan kepalanya yang seterusnya mengelus kepala Naditya. "Kamu masuk dulu, ada yang mau ayah bicarain sama Bu Nias."
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Biru & Harimau Putih
FantasySemenjak peperangan itu pecah, Keturunan kerajaan Sendang Rani menjadi target orang-orang kerajaan Jayakarsa. Mereka mengincar Keturunan dari Raja Narawangsa yang lahir di hari jum'at kliwon karena di percaya dapat membuka Lawang Agung hingga mereka...