ᮘᮘ᮪ |᮱᮹| : Hari Keberangkatan

31 6 0
                                    

Hari dimana keberangkatan camp datang. Semua murid berkumpul dikelas masing-masing untuk absensi. Beberapa murid juga nampak sedang berpamitan dengan sanak-saudaranya setelah absensi. Begitu juga dengan Naditya.

Ia berlari kecil menghampiri Sankara dengan senyum sumringah. Sankara menyambut gadis itu dengan pelukan hangat. Setelahnya gadis itu berdiri tegap di depan Sankara.

"Yah, jaga diri baik-baik. Jangan lupa minum obat, kurang-kurangin keluar malem, makan jangan telat juga," petuah Naditya.

Sankara terkekeh geli. "Dikira ayah bocah apa?!"

"Ish... Pokoknya jangan lupa yah!"

Sankara mengusap pucuk rambut Naditya. "Baik, tuan putri!"

"Kamu juga jaga diri baik-baik. Inget jangan jauh-jauh dari tiga bocah ingusan itu sama Bu Nias."

Naditya berdiri tegap, lalu melakukan hormat seperti tuan putri disney. "Baik, Yang Mulia!"

Disana Sankara mematung. Yang mulia, yah? Sudah lama tidak mendengar panggilan itu. Gumam Sankara dalam hatinya. Kelebatan ingatan tentang Gayatri yang selalu menjahili nya dengan panggilan itu berputar di pikiran Sankara.

Merasa dirinya tidak ditanggapi Naditya kembali berdiri tegak dan mencoba menelisik apa yang terjadi dengan ayahnya.

"Yah?" interupsi Naditya.

Sankara menjawab dengan dehaman kecil, begitu ia sadar.

"Kenapa?" tanya Naditya.

Sankara tersenyum lalu menggeleng kecil. Ia kemudian mengusap kembali pucuk rambut gadis itu, seraya meneliti baik-baik keadaan gadis itu.

Menyadari tingkah agak aneh dari ayahnya. Naditya sekarang tahu kemana pikiran ayahnya berkelana. Tatapan itu dan usapan lembut di pucuk kepala itu selalu ayahnya lakukan saat ayahnya mengingat tentang ibunya.

Naditya meraup tangan ayahnya sesegera mungkin untuk mencegah dirinya agar tidak terhanyut dengan perasaan sangat ayah. Ia kembali mengembangkan senyum sumringah sembari menatap Sankara dengan tatapan berbinar.

"Yah, inget kata aku tadi ya. Aku mau berangkat sebentar lagi, jadi bye ayah!" gadis itu mencium punggung tangan ayahnya dan pergi dari sana dengan langkah yang semangat.

Tak lupa gadis itu juga melambai sebelum hilang ditengah kerumunan. Setelahnya senyum lelaki itu langsung luntur. Wibawanya kembali seperti dahulu saat ia mendampingi Gayatri saat memimpin prajurit yang melindungi keturunan dari Kerajaan Sendang Rani.

"Keluar!" titahnya mutlak.

Seekor ular yang tadi menyembunyikan diri diantara dahan pohon kersen kini menjulurkan kepalanya keluar, melihat kearah Sankara. "Ampun raden!" ucapnya.

"Sedang apa kamu disana?"

"Raden, saya ditugaskan untuk melindungi raden selama ini, mana mungkin saya ingkar."

"Aruna?"

"Ya Raden!"

Sankara menghela napas lega. Tapi kemudian tanpa disangka-sangka lelaki itu berkata, "tolong jaga kanjeng nyai!"

"Raden?!"

"Ini titah!" setelah mengatakan hal ini Sankara berlalu begitu saja.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang