Ritme degupan jantung yang kacau itu memenuhi ruangan yang sepi. Mata bertemu mata seakan tak ada hal lain lagi yang perlu dilihat. Hingga akhirnya Naditya sadar wajahnya sudah memerah, hal itu membuatnya memutar matanya kesembarang arah.
Menyadari hal apa yang telah di perbuatnya Arya perlahan melepaskan tangannya yang menangkup pipi gadis itu. Ia sedikit membuang muka dan bertingkah kikuk.
"Mulai sekarang?" tanya Arya.
Naditya menyingkirkan perasaannya tadi meskipun sulit. Ia lalu mengangguk dan bersila menghadap Arya. Melihat respons seperti itu Arya juga mulai bersila menghadap pada Naditya.
Keduanya duduk bersila di sofa bambu itu. Saat mulai merapalkan ajian tangan mereka bergerak seringan angin tapi kemudian menyatu setegas tebasan pedang. Kedua aura energi spiritual berwarna biru dan emas mengelilingi mereka. Awalnya terpisah, tapi begitu telapak tangan Arya dan Naditya bersatu aura energi spiritual itu juga ikut bercampur menciptakan harmonisasi yang indah dan memanjakan mata. Kedua telapak tangan itu perlahan berputar berubah posisi dimana sekarang tangan kiri Naditya ada di bawah telapak tangan kanan Arya, sementara tangan kanannya ada di atas telapak tangan kiri milik Arya.
Mata keduanya tertutup rapat, merasakan aliran energi spiritual yang mengalir di tubuh keduanya. Energi spiritual Arya yang dingin, terasa menyegarkan dalam waktu yang sama, seakan menjadi oasis di padang gurun. Sementara energi spiritual kuat milik Naditya masuk ke tubuh Arya terasa nyaman dan membuatnya menjadi segar, seakan tenaganya sudah terisi penuh kembali seperti di pagi hari.
Keduanya bertahan lama dalam posisi ini. Seiring dengan energi spiritual yang sudah memiliki keseimbangan. Selanjutnya mereka memutar tangan mereka bersamaan dan menariknya kedepan tubuh masing-masing dengan posisi tangan kanan yang ada di bawah tangan kiri mereka. Tangan itu kemudian perlahan menjauh dengan posisi telapak tangan menghadap keatas. Selanjutnya sepasang tangan itu ditarik keatas seiring dengan gerakan napas, lalu turun kebawah dengan posisi telapak tangan menghadap kebawah seiring dengan hembusan napas.
Mata keduanya terbuka perlahan dan kemudian saling bertemu tatap kembali. Ah sial ada apa dengan jantung ini?
"Gimana? Lo ngga papa kan?" tanya Naditya mencoba mengalihkan perhatiannya.
Arya mengangguk kecil. "Ngga papa!"
Naditya menghela napas lega.
Nah tapi sekarang bagaimana? Rasa canggung mengerubungi mereka kembali.
"Mm, boleh gue nanya sesuatu?"
Sejak kapan Arya menjadi seformal ini dengannya?
Hal itu membuat Naditya tak kuasa menahan tawanya.
Disisi lain Arya melihatnya dengan penuh tanya. "Ada yang lucu?"
Naditya sepontan mengulum bibirnya sembari menggelengkan kepalanya. "Nggak," katanya yang berusaha memasang wajah poker face.
"Terus?"
"Ya, aneh aja seorang Arya tiba-tiba jadi sopan gitu ke gue."
"Emang salah?"
"Oke, oke, back to the topic, lo mau nanya apa btw?"
Arya menghela napas. "Kenapa lo musti latihan penyeimbangan energi spiritual sama bokap gue?"
Senyum di wajah Naditya pupus seketika. Ia berpikir cepat untuk berdalih. Tidak mungkin ia harus mengatakan kekacauan energi spiritual tanpa jiwa manusia harimau dan cincin pengikat jiwa.
Naditya lantas mengangkat bahunya acuh, mencoba mengelabui Arya dengan sifat polosnya.
"Aki yang nyuruh gue, katanya bagus buat peningkatan pesat daya tubuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Biru & Harimau Putih
FantasySemenjak peperangan itu pecah, Keturunan kerajaan Sendang Rani menjadi target orang-orang kerajaan Jayakarsa. Mereka mengincar Keturunan dari Raja Narawangsa yang lahir di hari jum'at kliwon karena di percaya dapat membuka Lawang Agung hingga mereka...