ᮘᮘ᮪ |᮵᮷| : Senjata Pusaka pt.2

23 1 9
                                    

Naditya yang teralihkan fokusnya menatap buku itu dengan seksama. Membaca kata demi kata yang tertulis di buku itu. Tulisan itu menyatakan jika Tombak ini adalah milik Prabu Alengka, kesaktiannya terbukti di berbagai peperangan yang Prabu Alengka menangkan bahkan tombak itu adalah senjata pusaka yang menemani Prabu Alengka saat berperang melawan kerajaan Jayakarsa.

Energi spiritual yang besar membuatnya sangat kuat, tapi tombak itu yang juga hanya bisa menyakiti Prabu Alengka yang kebal terhadap apapun. Bak boomerang yang sangat kuat. Dahulu patih Galuh juga hanya bisa memanfaatkan Dayeuh pengawal kepercayaan Prabu Alengka untuk menyerang Sang Prabu hingga terluka dengan tombak itu. Sialnya meskipun Prabu Alengka terluka ia bisa menenggelamkan kerajaan Sendang Rani dan mengunci gerbang ghaib lawang agung itu dengan tombak ini.

Dipercaya di sekitar situ Rani ada tujuh buah pohon angsana yang pucuknya menyatu. Rakyat percaya jika dibalik keunikan pohon itu ialah perwujudan dari tombak pusaka milik sangat Prabu ini. Dan hanya keturunan agung yang dapat membangkitkannya.

Yaitu Naditya.

Membaca itu Naditya kesal tentu saja. Sang Patih ini sangat tidak tahu diri. Setelah dapat menikahi Sang putri kerajaan dia malah haus akan kekuasaan lalu merencanakan pemberontakan. Tahta memang sangat menakutkan. Nampak indah dan agung di pandang tapi berbahaya dalam waktu bersamaan.

"Jadi inilah yang akan aku lindungi?" tanya Naditya.

Ki Pangrango mengangguk. "Pusaka ini adalah kuncinya."

"Lo harus berhati-hati. Kita ngga tau seberapa besar energi spiritual pusaka ini. Takutnya bahkan energi spiritual tingkat sahasrara juga ngga bisa ngendaliinnya."

Naditya menatap lamat-lamat gmbar senjata itu kemudian mencetuskan pemikiran bahwa apa yang dikatakan Dhika ada benarnya juga. Setelah mengunci lawang agung selama ini sampai hanya Naditya yang bisa menyentuhnya di pastikan bahwa itu adalah tombak pusaka mandraguna yang memiliki kesaktian luar biasa.

"Tapi, karena pohon ini memiliki energi spiritual yang luar biasa, kanjeng nyai bisa bertapa untuk meningkatkan daya tubuh agar seimbang dengan tingkat energi spiritual yang kanjeng nyai punya."

Naditya menatap Ki Pangrango.

"Aki, bukankah kuncen situ Rani melarang adanya orang untuk menginap di area situ?" tukas Dhika.

Ki Pangrango mengangguk. "Aku tidak meminta kanjeng nyai untuk bertapa disana."

"Hah?!" Naditya dan Dhika berseru kebingungan.

Ki Pangrango tersenyum kecil. "Muridku ini ada saatnya bodoh juga," ejek nya bercanda, "jika kanjeng nyai mendekati pohon itu apa kamu tidak berpikir bahwa bisa aja tombak pusaka itu bangkit? Ingat tentang konsep ikatan batin sebagai pemicu!"

Naditya dan Dhika mengangguk paham. Sambil berseru seakan menemukan jawaban dari soal yang terlihat sulit tapi sebenarnya gampang. Kenapa Ki Pangrango merasa sifat anak sekolah polos ini begitu menempel pada Dhika? Padahl sifat ini awalnya untuk mengelabui.

"Cukup bawa salah satu bagian dari pohon itu dan bertapa menggunakan ajian penyerapan energi. Dengan sendirinya energi spiritual itu akan membantu kanjeng nyai untuk menyempurnakan daya tubuhnya."

"Baiklah, terimakasih aki!"

Ki Pangrango mengangguk kecil sambil tersenyum. Barulah saat itu ia sadar bahwa ia sudah melupakan fakta bahwa seharusnya sekarang ia tengah mengajarkan tentang senjata pusaka pada Naditya.

"Nah sekarang mari lanjutkan!" ajak Ki Pangrango selanjutnya.

Begitulah waktu berlalu hingga larut malam. Naditya seperti biasanya belajar dengan giat. Ia bahkan meminjam buku itu pada Ki Pangrango untuk di pelajari lagi. Sampai-sampai karena begitu antusias mempelajari buku itu Naditya iseng membacanya sambil berjalan pulang ke bangunan inap yang ia tempati beberapa hari belakangan ini.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang