ᮘᮘ᮪ |᮴᮸| : Bom Waktu

20 5 0
                                    

Dengan intruksi dari Ki Pangrango, Arya sudah berusaha keras menyerap energi spiritual miliknya dalam tubuh Hara dan Naditya secara mengejutkan dapat memulihkan energi spiritual itu kembali tanpa di ajarkan hingga mereka akhirnya berhasil.

Meski memakan waktu yang tidak sebentar, yaitu setidaknya sampai tengah malam menjemput barulah penyembuhan itu selesai. Sebenarnya ketiganya menghabiskan energi spiritual yang tinggi. Tapi berbeda dari Ki Pangrango dan Arya yang terbiasa menggunakan energi spiritual, Naditya sudah terhuyung-huyung tidak sanggup berdiri lagi.

Hingga Arya yang menyadari hal itu entah kenapa secara spontan langsung menjadikan tubuhnya sebagai topangan bagi Naditya. Dia juga menuntun Naditya untuk duduk secara tidak sadar. Ia hanya tahu kegelisahan dalam hatinya itu di sebabkan oleh gadis ini, jadi alam bawah sadarnya secara tidak langsung dan spontan langsung mendorongnya untuk menolong gadis itu.

Sementara itu disisi lain Ki Pangrango langsung mengechek keadaan Sahara. Dia memulainya dari Nadinya. Senyum tipis muncul di wajahnya menandakan semua usaha mereka malam ini tidak sia-sia.

"Gimana keadannya, Ki?" tanya Naditya waswas karena Ki Pangrango belum berkata sedikitpun.

Ki Pangrango menidurkan Hara dengan nyaman dan dengan hati-hati menyelimutinya. Kemudian ia berbalik dan tersenyum kecil sambil mengangguk, seakan memberitahukan bahwa sekarang dia baik-baik saja.

"Tinggal minum beberapa jamu, dalam tiga hari lagi dia akan bisa bersekolah seperti biasanya."

Naditya tidak menutupi kegembiraannya saat mendengar itu. Tanpa sadar dia memegang tangan Arya dan tersenyum padanya, seakan ia berkata, 'kita berhasil'  dengan tatapan mata itu. Arya juga diam-diam tersenyum samar. Melihat gadis itu bahagia entah mengapa hatinya jadi hangat.

"Kalian istirahat dulu disini, aku akan memberitahu mereka yang sedang menunggu."

Naditya mengangguk. Ia akhirnya menghela napas lega. Matanya menatap Hara yang tengah tidur dengan tenang di tempat tidur gurunya. Sayangnya itu tak bertahan lama. Keningnya mengerut, matanya tiba-tiba mengabur. Tidak! Ia tidak pusing, ini sakit seperti kepalanya telah terbentur sudut yang tumpul dan tajam.

Awalnya Arya tidak menyadari hal itu karena ia sedang teralihkan fokusnya. Tapi begitu tangan yang menggenggamnya hilang satu Arya secara spontan melihat kearah Naditya. Di tambah suara benturan tangan ke meja kayu itu tentu saja mau tidak mau Arya melihat gadis itu.

Gadis itu tengah memegang kepalanya, ia mendesis kesakitan. Tangan lainnya yang tengah memegang Arya beralih meremas tangannya itu.

"Lo kenapa?" pertanyaan bodoh itu bahkan Arya lontarkan sangking paniknya.

Naditya tak menjawab. Ia terus menggerakan kepalanya gelisah. Ia mengeratkan giginya mencoba menahan sakit kepala yang entah mengapa semakin terasa sakit itu sampai telinganya berdenging.

Arya tak punya cara lain selain mentransfer energi spiritualnya. Tapi, Naditya sama sekali tidak membaik.

Sampai Naditya berteriak nyaring dengan kepala yang terangkat keatas bahkan urat di lehernya juga nampak. Ditambah gelombang energi spiritual yang terpancar dari tubuh Naditya,hal itu hampir saja membuat Arya terlempar, untung saja Arya dapat menahannya. Keadaan semakin kacau, Arya terkejut sekaligus khawatir dengan keadaan yang terjadi di depannya.

Hingga sesaat kemudian Naditya tak berteriak lagi. Ia dengan tatapan kosongnya menggerakkan kepalanya kembali dalam posisi seperti sedia kala. Tatapan kosong itu membuat Arya kebingungan sendiri. Keadaan kembali seperti semula, seakan tak terjadi apapun.

"Udah mendingan?"

Tidak ada respon apapun dari Naditya.

"Nad?" panggilnya memastikan Naditya tak kenapa-napa.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang