ᮘᮘ᮪ |᮲᮶| : Luka di Kaki Naditya

41 7 1
                                    

Hari senin kembali tiba ini tepat selang sehari setelah kejadian itu. Upacara tetap dilaksanakan meski beberapa murid 11 ATPH nampak sengaja bolos karena kelelahan dan barisan nampak kosong. Selebihnya nampak seperti upacara biasa. Tapi, kali ini Naditya tidak berdiri berdampingan dengan Arya. Ia nampak berdiri di jajaran paling belakang.

Yah... Entah mengapa ia merasa sedikit kehilangan.

Ok, berhenti berpikir tentang Arya. Ada Ericha si calon tunangannya yang akan mengurus Arya. Ia tidak perlu ikut campur dalam hubungan tak jelas ini. Mungkin dulu Arya menariknya mendekat adalah untuk menjadikannya teman.

Cukup sampai disana Naditya.

Kanaya tiba-tiba menyenggol lengan Naditya kecil. "Gimana? Masi kuat ngga?" tanyanya sedikit khawatir.

Bukan hanya dia yang khawatir. Orang yang beredar di tempat Arya pun kini khawatir. Siapa lagi kalau bukan Hara. Dia rela berganti posisi dari baris belakang ke baris bagian tengah tepat disamping Naditya. Katanya dia merasa bersalah karena membiarkan Naditya sendirian.

Dan yah, sepertinya beberapa orang juga nampak mengkhawatirkannya. Bahkan bu Nias dan Pak Mukhtar yang tegas, meluluh pada Naditya dan mencoba membujuknya untuk tinggal saja di UKS selama jam istirahat dan

Oh iya, ia belum menceritakan pada ketiga sahabatnya itu tentang kejadian waktu itu. Ia sedikit merasa aneh dengan kejadiannya. Dari mulai Hara yang tidak melihatnya hingga atmosfer di sekitarnya saat itu yang berubah, sampai ia tiba-tiba bertemu dengan harimau.

"Sekarang udah mendingan, kok! Jujur aja lo mau ke UKS kan?"

Kanaya nyengir kuda. "Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui," ucapnya.

"Ish... Udah Na, sama gue aja," ajak Hara.

"Lo juga sama aja."

Meski Naditya menolak, ia tidak dapat memungkiri jika kakinya sudah mulai terasa nyeri. Padahal sudah satu hari berselang. Tapi, proses penyembuhannya agak sedikit lambat. Ataukah ini hanya karena Naditya sedikit merasa terburu-buru untuk sembuh.

Tiba saatnya para anak paskibra mengibarkan bendera pusaka. Saat anak paskibra itu tiba didepan Dhika. Dhika tak membuang waktu keluar dari barisannya dan menghampiri Naditya. Ia terus menggendongnya ala bridal style tanpa berkata apapun.

Beberapa anggota PMR mendekat.

"Kita perlu UKS!" ungkap Dhika tanpa basa-basi.

Dua anggota PMR langsung mengikuti Dhika dari belakang. Dhika bahkan tak memberikan Naditya kesempatan untuk berbicara. Entah mengapa ia merasa aura mendominasi itu mengguar dari diri Dhika. Padahal aura itu hanya akan muncul jika ia sedang menjadi kapten timnya.

Tapi, tahukah Naditya. Wajah Arya menggelap. Entah mengapa Arya sedikit kesal dengan adegan itu.

"Ehem-ehem... Bau gosong!" sindir Firas lewat  telepati.

"Mmm... Yang mulia nyium ngga?" Tahula ikut memanasi.

Arya lantas memberikan mereka tatapan mematikan. Yang membuat mereka langsung bertingkah seolah-olah tidak tahu.

"Ternyata cintanya benar-benar bersemi."

"Gimana kalo kita jadiin Naditya jadi putri Mahkota kerajaan Jayakarsa aja? Dapet kerajaannya, dapet juga orangnya."

"Bacot!" ketua Arya.

"Nggak boleh gitu! Bilang aja kalo suka!"

"HORMAT!" peringat Arya.

Firas dan Tahula langsung saling melihat. Mereka nampak mencibir lelaki itu. Kemudian bertos ria karena berhasil menggodanya. Tangan mereka akhirnya melakukan hormat bendera dengan patuh. Sementara Arya diam-diam melirik Naditya dan Dhika yang sudah hilang dari pandangannya.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang