Diarea lain, seorang bertudung hitam seperti yang di temui Gayatri dulu, berdiri sembari mengelus kucing hitam legam di pangkuannya. Dari belakangnya sesosok ular menggeliat masuk dan berubah menjadi manusia seketika. Dia berlutut hormat pada orang itu.
"Raden, selamat, energi spiritual keturunan agung sudah sepenuhnya keluar!"
Seketika gerakan tangan lelaki itu berhenti mengelus si kucing. Seringai tajam mengembang dengan sendirinya. "Bagus! Pantau dia, jangan sampai hilang dari jangkauan mata kalian, atau akan kucabut bola mata kalian untuk kucing kesayangku!" katanya seraya menggelitik kucing di pangkuannya itu.
Berbeda dari reaksi kucing itu, orang dibelakang tadi langsung merasakan bulu kuduk nya yang merinding. Dia langsung menyetujui perkataan itu tentu saja dan melarikan diri darisana.
Tiba-tiba kucing itu berkata dengan suara wanita genit. "Ah Raden, kenapa harus mata!" keluhnya.
"Kenapa tidak suka?"
Kucing dalam pelukannya itu langsung saja berubah menjadi seorang manusia cantik dengan tampang genit yang terus merapatkan dirinya pada lelaki bertudung itu.
"Mmm, apapun yang Raden berikan, Gendhis akan menerimanya. Tapi, Gendhis lebih suka Raden dari apapun" godanya seraya membuat bulatan kecil di dada lelaki bertudung itu.
Lelaki itu menatap perempuan itu dan menghentikan tangan nakalnya yang sedang bermain bebas. "Berhenti menggoda ku, Gendhis!"
Gadis itu terkekeh genit, ia melangkah menuju kasur dan duduk dengan menyilangkan kakinya sehingga belahan rok di kakinya terbuka dan menampakan paha mulus miliknya yang selalu ia banggakan di hadapan lelaki bertudung itu.
Lelaki itu seperti biasa acuh dan duduk di kursi kerja megah didepan gadis itu. Merasa dirinya di acuhkan gadis itu bertindak lebih nakal dengan duduk di pangkuan lelaki itu sambil merangkulnya mesra.
Akhirnya lelaki itu menatap Gendhis dengan lekat tapi tatapan itu tak terbaca sama sekali.
"Raden mengacuhkan Gendhis?"
Akhirnya lelaki itu merangkul pinggang kecil wanita itu dan mengikis jarak antara mereka, tepat saat merasa akan di hadiahi ciuman, Gendhis merasa bahagia. Sayangnya perkataan lelaki bertudung itu mematahkan segala harapannya.
"Perhatikan anakmu, Ericha. Jika dia menggagalkan rencanaku. Bahkan jika dia anakku, aku tidak akan mengampuninya."
Mata Gendhis berubah waspada. Ericha, gadis sialan itu. Selalu saja membuat masalah.
Menjelang siang, mata Naditya akhirnya terbuka. Ia menatap sekelilingnya, mendapati jika dia masih di hunian di padepokan. Tapi suara yang menyapa telinga saat ini membuatnya terkejut.
"Nana! Gimana perasaan kamu? Udah mendingan? Ada yang sakit? Ada yang luka? Perlu ayah panggil bu Nias?"
Sejumlah pertanyaan dengan seribu rasa khawatir menyapa Naditya kala ia bangun. Bahkan seakan tak ada celah untuk mengatakan pada ayahnya bahwa ia baik-baik saja. Ia hanya tersenyum kecil lalu tangannya menggapai tangan sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Biru & Harimau Putih
FantasySemenjak peperangan itu pecah, Keturunan kerajaan Sendang Rani menjadi target orang-orang kerajaan Jayakarsa. Mereka mengincar Keturunan dari Raja Narawangsa yang lahir di hari jum'at kliwon karena di percaya dapat membuka Lawang Agung hingga mereka...