ᮘᮘ᮪ |᮳᮶| : Penggosip

24 4 1
                                    

Meski mendengar suara itu, Naditya masih pokus pada presentasinya. Auranya bahkan tak luput dari hal itu. Disini untung saja ada Dhika dan Ranum yang dengan cepat mencairkan suasana di sesi evaluasi hingga ketegangan tidak terlalu terasa.

Beberapa orang di belakang panggung nampak kagum dengan cara kelompok ini meng-handle acara setelah terpotong oleh pemadaman listrik tiba-tiba. Sesi itupun selesai.

Jika kalian menyangka kelompok mereka akan mendapatkan pujian. Itu tentu saja terjadi, tapi mereka juga mendapatkan masukan dari para dewan juri. Beberapa hal perlu mereka perbaiki jika besok mereka tampil.

"Sangat disayangkan kalian tidak tampil besok, saya masih ingin melihat performa kalian."

"Pak kepala benar, kita ingin melihat peningkatan apa yang kalian Terima setelah presentasi ini."

Bu Husna- guru biologi mengangguki. "Tema penelitian kalian juga sangat unik, etnofarmakologi yah?!"

Begitulah beberapa perkataan yang dilayangkan oleh mereka. Kelompok mereka sangat disayangkan oleh mereka karena mereka hanya bisa tampil di gladi hari ini. Karena presentasi ini jelas memberikan para dewan juri itu kesan yang mendalam.

Setelahnya kelompok Naditya menutup presentasi itu dan Mereka turun dari podium. Lalu duduk di bangku mereka tadi. Rundown acara tetap dilakukan. Guru-guru tadi juga pamit pergi setelah evaluasi.

Sayangnya ada sedikit yang menganggu pikiran Naditya. Orang-orang yang membicarakannya tadi itu siapa? Cepat atau lambat mereka akan menyebarkan rumor tidak berdasar itu. Meski kelompok Naditya senang karena mendapatkan pujian. Tapi Naditya sebaliknya, ia menjadi lebih khawatir lagi.

Rumor tentang penyuapan itu pasti akan beredar lebih luas. Karena pujian para dewan juri. Satu lagi yang harus diwaspadai. Perwakilan kelompok resmi yang menatap mereka penuh dengan tatapan permusuhan.

Naditya harus mengechek apa yang terjadi. Apa yang didengarnya benar atau tidak? Kenapa hanya dia yang mampu mendengarnya?

"Dik, gue ke toilet bentar!" kata Naditya setelah ia memegang bahu Dhika. Ia lalu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun lagi.

Begitu Naditya pergi dari sana. "Apa gue aja yang ngerasa sikap Naditya agak aneh dari biasanya?" Galih unjuk suara atas keanehan hari ini.

"Lo ngga sendiri, gue juga ngerasa dia serius banget gladi hari ini," respon Ranum.

"Ya kan, lo ngarasa juga ngga? Kalo kita tiba-tiba ngerasa ada tekanan?"

"Banget sih, kek lagi ngadepin mapel guru killer anjir."

Kanaya yang mendengar perkataan itu langsung menyanggah, "mungkin karena bebannya sebagai ketua jadi dia kek serius. Dia juga masih kepikiran soal Hara."

Ranum dan Galih saling beradu tatap. Kemudian menunduk seakan mengakui perkataan Kanaya itu. Naditya memang orang yang tegas juga pada awalnya.

"Iya sih, beberapa hari ini Naditya emang kek kepikiran Hara mulu." Ranum membenarkan.

"Hah, pekerjaan jadi leader emang besar tanggungjawabnya."

"Nana, mungkin sekarang lagi nenangin diri," imbuh Dhika.

Semua anggota kelompoknya mengangguk membenarkan. Kemudian mereka kembali mengalihkan perhatian mereka pada closing ceremony.

Tapi selanjutnya Kanaya beradu tatap dengan Dhika. Dhika mengangguk kecil dengan serius. Tanggapan Kanaya dengan hal itu hanya dapat menghela napas dan kembali ke posisinya semula. Tanpa ada pergerakan baru lagi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang