ᮘᮘ᮪ |᮳᮸| : Arya kembali

17 2 3
                                    

Masih terkejut dengan hal yang terjadi Arya bahkan membeku ditempat. Sampai-sampai Naditya juga bingung harus bagaimana dia bertindak.

"Kenapa gue jadi kucing?" ucap Arya masih dengan suara mengeong khas kucing.

"Menurut lo?" kata Naditya selanjutnya untuk mencairkan suasana. Beberapa saat kemudian Naditya sadar sesuatu. "Wait, kok gue ngerti bahasa kucing?"

"STOP NGIBULIN GUE!"

"Ngibulin apa?" tanya Naditya.

Arya mendekat. "Gue nggak jadi kucing, kan?"

Naditya tak Terima dituduh berbohong. Akhirnya ia bergerak mencari cermin kecil dan menaruhnya di depan Arya.

"Menurut lo, kaca ini boong?" tanya Naditya.

Arya terkesiap kaget. Dia kembali terdiam. Dalam pikirannya berkecamuk berbagai macam hal. Hingga satu nama terbesit di otaknya. Firas.

Sejurus kemudian Arya mendekat kedua kaki depannya mendarat di lengan Naditya. "Anterin gue ke Firas!" pintar Arya.

"Firas?" Arya mengangguk semangat. "Ini udah malem gue ngga diijinin keluyuran sama bokap."

"Lo...."

Belum sempat Arya menggerutu, pintu kamar Naditya di ketuk. Diambang pintu menampakkan Sankara dengan senyum manisnya.

"Nana, uda selese? Makan malem udah siap!"

"Iya yah, aku kesana!" teriak Naditya yang kemudian menatap Arya. Ia ragu-ragu bertanya, "lo laper ngga?"

Arya enggan menjawab. Gengsinya masih tinggi.

"Bokap gue kebetulan masak ayam," Arya membulatkan matanya ketika mendengar perkataan itu. Jujur saja ia juga sudah merasa lapar. "Kalo ngga mau juga nggak papa sih," goda Naditya yang nampak sudah beranjak dari duduknya.

Arya juga masih nggak bergerak. Tapi, hal itu runtuh saat pintu di buka. Harum masakan yang wangi membuatnya tergoda sampai langsung menyerobot Naditya keluar dari kamarnya.

Naditya tertegun melihat kecepatan Arya yang sudah hampir seperti Rossi di arena balap. "Dasar kucing!" gumamnya.

Setelah mencerna keadaan, Naditya tidak membuang waktu lagi ia langsung melangkah keluar dan menutup pintu kamarnya dengan cepat. Sebelum mengejar kucing itu menuju dapur. Gawat jika dia membuat masalah dengan sang ayah. Lebih gawat lagi jika ayahnya menyadari jika Arya itu bukan kucing biasa.

"A... Yah!" ujarnya untuk memanggil Sankara.

Sankara disana tengah berjongkok sembari menyerahkan sepiring daging dan Nasi beserta semangkok air bersih untuk minum kucing itu. Keadaan nampak normal. Tidak menunjukan jika Arya menolak hal itu. Bahkan Sankara juga sempat mengelus kepalanya sebelum duduk di meja makan. Arya juga nampak dengan khidmat menikmati makanannya.

Nyatanya pemikirannya sepertinya terlalu berlebihan juga. Jika Arya adalah Harimau seperti yang dia katakan. Mungkin saja ia juga terbiasa dengan hal seperti ini.

Sankara menyadari kehadiran Naditya yang masih tertegun ditempat. "Eh malah bengong!"

Naditya terkesiap sembari cengengesan dan menghampiri Sankara dan duduk di sampingnya. Sankara membawakannya nasi tanpa diminta dengan lauk-pauk kesukaan Naditya.

"Kayanya kucing itu beneran di buang deh, kasian kaya kelaparan gitu lagi!" Sankara berdecak.

Mendengar perkataan itu wajah Arya menggelap. Naditya yang bingung mau menanggapi Sankara bagaimana. Alhasil ia hanya cengengesan.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang