ᮘᮘ᮪ |᮶᮸| : Tentang Naditya

17 2 0
                                    

Hari seperti biasanya kembali berjalan. Tak ada yang spesial masih dengan bekerja di lahan warga dan area Situ. Hanya saja Naditya sedikit menjauh dari area pohon itu. Aura pohon itu terasa saling menarik dengan Naditya.

Yah, mungkin karena sudah mencapai tingkat visuddhi jadi aura tarik menarik diantara keduanya sudah mulai kentara. Alhasil tak perlu beberapa lama Naditya pindah ke lahan warga membantu mereka membersihkan lahan dari rumput liar.

Beberapa warga nampak bekerja sambil sesekali mengobrol ringan. Ah ralat, lebih tepatnya mereka sedang menggosip ria tentang apapun yang mereka tahu. Yah pemandangan yang tak aneh lagi.

Bahkan Kanaya juga sering nimbrung.

Hingga tatapan mereka teralihkan saat melihat seseorang yang lewat di jalan setapak yang membelah lahan itu. Mereka kemudian menyapa hangat lelaki paruh baya itu. Lelaki itu tampak diikuti oleh beberapa siswa SD yang nampang asing. Sepertinya mereka adalah anak-anak desa tetangga.

"Pak Gugun, mau kemana rame-rame gini?"

"Eh bu Santi, ini ponakan saya dari desa sebelah katanya pengen main ke Situ, jadi saya ajak lewat sini."

"Oh ponakan yang namanya Agus itu ya pak?"

"Iya bu, kalo gitu mari!"

"Mangga-mangga, tiati pak, jalannya belum di bersiin lagi soalnya."

"Iya bu!"

Begitulah percakapan itu berakhir. Hanya terdengar seperti percakapan biasa. Tapi Naditya mendapatkan satu poin penting. Ternyata ada jalan lain untuk menuju situ selain jalan utama dan jalan yang kedua.

Sepertinya ada cara menemui prajurit yang menjadi ikan itu. Hanya saat survei saja Naditya bertemu mereka. Siapa tahu mereka tahu tentang keris Renjana bukan?

Tangannya masih terus bekerja mencabuti rumput liar sementara matanya terus melihat kemana arah perginya Pak Gugun tadi. Hingga pak Gugun dan anak-anak SD yang mengikutinya itu hilang diantara semak-semak yang tinggi.

"Na!" tegur Hara

Naditya terkesiap. Ia memutar kepalanya melihat Hara.

"Liatin apa?" tanya Hara selanjutnya.

"Itu liatin bapak-bapak tadi."

"Oh mau ngecheat toh biar masuk situ tapi nggak bayar."

Naditya menatap Hara tajam. "Hush, itu mulut!"

Hara mengangkat bahunya acuh.

"Lagian kan gue nggak bisa lewat jalan biasa, terlalu beresiko."

Hara mengangguk menyetujui.

"Terus nih ya, siapa tahu aja ikan-ikan di Situ tahu gimana cara ngaktifin keris renjana."

Hara nampak berpikir keras. Masuk akal juga perkataan Naditya ini. Pada dasarnya ikan-ikan itu merupakan prajurit kerajaan Sendang Rani yang usianya sudah ratusan tahun. Pasti mereka mengenal soal keris renjana ini.

"Masuk akal!"

"So, abis ini temenin gue."

"Oke!"

Tunggu...

"Hah!!!" Hara terkejut bukan main.

Hal itu tentu saja menarik perhatian para warga yang ada di sekitar mereka. Naditya lantas membekap mulut Hara. Sampai ia tersenyum dan meminta maaf pada orang yang ada disekitarnya.

"Ssttt, kenapa teriak?"

Sabar Naditya atur emosimu, jangan terlalu marah ingat kata Ki Pangrango.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang