Setelah otaknya kembali berjalan. Nias buru-buru menatap Ki Pangrango dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
"Ki..."
Baru saja satu kata terucap Ki Pangrango langsung menyela. "Ada jalan keluarnya."
Nias yang bersyukur setengah mati buru-buru beranjak dari kursinya dan bertekuk lutut di hadapan Ki Pangrango. Ia tunduk hormat kepada Ki Pangrango seraya berkata.
"Mohon Aki mengarahkannya!"
Ki Pangrango terkejut dengan reaksi murid kesayangannya langsung menarik muridnya untuk duduk.
"Kenapa kamu begitu sungkan, Nak?!" keluhnya.
Nias terdiam, batinnya yang tergoncang hanya menginginkan satu hal yaitu menyelamatkan Naditya dengan segenap jiwanya. Meskipun hal seperti tadi harus ia lakukan terhadap gurunya ini.
Setelah memastikan muridnya dapat menelaah katanya kembali, Ki Pangrango tak menunda waktu lagi untuk menjelaskan.
"Karena energi spiritual itu sudah tidak bisa lagi di tahan, mungkin ada baiknya jika kanjeng nyai di ajarkan untuk dapat mengontrol energi spiritualnya perlahan, hingga tubuhnya mampu menerima energi kuat itu. Dengan begitu kita dapat mencegahnya dari kehilangan kewarasan dan kematian. Tapi Nak, dengan begitu mau tidak mau identitas anak itu akan terkuak dengan sendirinya, mungkin musuh juga akan waspada dan akan terjadi hal-hal yang tidak dapat diduga di masa depan!"
Nias mengangguk paham. "Aku akan memberitahukannya pada Sankara."
Ki Pangrango tersenyum bangga karena dapat memahami arti dari perkatannya.
"Hampir 17 tahun tapi kamu masih dapat membuatku bangga Nak."
Nias mana mungkin tidak paham. Gayatri, sengaja mencoba menghapus energi spiritual anaknya dahulu dengan nyawanya. Sankara yang tahu itu juga perlu waktu untuk menerima hal itu sampai ia juga mati-matian melindungi anaknya. Nias yang tahu pengorbanan Sankara tentu saja tahu resiko jika ia mengatakan pada Sankara bahwa segel energi spiritual di tubuh Naditya sudah terlepas. Sankara pasti akan langsung mengalami kehancuran seperti dia, anak yang keduanya lindungi nyatanya tersakiti dibawah hidung mereka sendiri. Itu pasti pukulan terberat bagi Sankara.
"Satu lagi, tanah kelahiran Naditya penuh dengan energi keturunan Sendang Rani, berlatih disana mungkin akan mempercepat dia melakukan peningkatan kekuatan tubuhnya."
"Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan PKL ini. Naditya tidak boleh kenapa-napa, apapun yang terbaik untuknya akan kukejar meski itu mustahil sekalipun. Aku tidak akan mengecewakan kak Gayatri!" tegas Nias dengan tatapan tanpa keraguan sedikitpun.
Lagi-lagi hal itu membuat Ki Pangrango tersenyum penuh rasa bangga. Nias memang tidak pernah mengecewakannya. Dia tahu gadis ini akan sangat berbakat.
"Hmm... Aki percaya dengan pilihan kamu. Untuk bocah tengik beruntung itu aku serahkan padamu."
Nias mengangguk yakin. "Urusan Sankara, serahkan saja padaku."
Ki Pangrango mengangguk kecil. "Ingat secara perlahan!" tegasnya, "jangan memicu kanjeng nyai menggunakan kekuatan besarnya secara langsung, atau kematian yang akan menjemputnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Biru & Harimau Putih
FantasySemenjak peperangan itu pecah, Keturunan kerajaan Sendang Rani menjadi target orang-orang kerajaan Jayakarsa. Mereka mengincar Keturunan dari Raja Narawangsa yang lahir di hari jum'at kliwon karena di percaya dapat membuka Lawang Agung hingga mereka...