Di sebuah ruangan yang gelap dan temaram. Bahkan hanya ada sayup-sayup cahaya yang di keluarkan oleh lentera minyak di dinding. Nias memberanikan dirinya merayap didinding dengan tabir ilusi yang mengelilinginya. Lorong itu begitu panjang hingga ujung nyapun tidak diketahui. Tapi, Yang Nias tahu pasti bahwa Sankara terjebak. Disini.
Sebelumnya ia melihat seseorang berpakaian mencurigakan mengendarai mobil dari arah padepokan. Darisana saja sudah mencurigakan, mobil itu juga asing bahkan plat nomornya juga sangat asing.
Alhasil Nias mengikutinya, siapa tahu saat sampai di sebuah tempat terpencil Nias menemukan Sankara yang terkapar pingsan diseret keluar dari mobil itu. Saat itulah Nias ada di lorong gelap tak berujung ini.
"Hahaha! Sankara lihat kamu sekarang!" suara bariton seseorang menggema.
Nias langsung memasang pose waspada. Apa yang mereka lakukan pada Sankara?
"Antasena! Jangan mimpi kamu bisa menjebak putriku!"
Mata Nias langsung terbuka lebar. Antasena! Dalang semua ini adalah Antasena.
Antasena tertawa meremehkan. "Benarkah, kita liat saja. Bukankah dia sangat mirip dengan Gayatri, harusnya dia akan mengorbankan dirinya demi dirimu, seperti Gayatri dulu. Putriku yang bodoh, mengeluarkan pusaka kabut merah untuk melindungi kalian. Tapi, lihat apa yang terjadi padanya. Dia Mati!"
Tangan Nias mengepal, ia menggertakkan giginya. Jadi, orang yang membunuh Gayatri malam itu adalah Antasena juga. Dia yang menyebabkan Gayatri harus mengorbankan dirinya.
Bajingan sialan, jangan harap mendapat pengampunan dari Nias!
Gelora di Mata Nias seakan sudah siap mencabik Antasena di tempat. Tapi ia menahannya. Ia tidak bisa bertindak impulsif saat ini.
"Sialan, Bangsat, bajingan! Jadi, kamu yang membunuh Gayatri! Dia anakmu sendiri, Antasena dimana hatimu!!!"
"Anak?" Antasena tertawa keras. "Asal kamu tahu, dia bukan anakku."
Bagai petir di siang bolong Sankara terdiam di tempat. Bahkan Nias. Apa maksudnya?
"Sankara, Sankara, aku ini kakeknya! Tidakkah kamu sadar hal itu?"
Sankara mengernyitkan keningnya dalam. Bahkan Nias juga. Ia menajamkan telinganya, bahkan meragukan sendiri pendengarannya.
"Oh kamu benar-benar ngga kenal aku? Sang Patih yang bermartabat dimata rakyatnya tapi dihancurkan oleh rajanya sendiri karena dituduh menginginkan singgasana itu? Jadi, daripada aku dituduh bukankah lebih baik aku benar-benar menguasai dua kerajaan sekaligus, dan biarkan si tua bangka itu melihatnya. Aku Patih Galuh akan menginjak kepala anak cucunya!"
Terkejut?
Tentu saja...
Tak ada yang lebih mengejutkan daripada pengakuan ini. Udara mendingin seketika, seakan itu adalah pengakuan yang membawa kedinginan kedunia ini. Bahkan mata mereka membelalak tak percaya.
"Tapi, tenang saja! Kamu masih berguna Sankara! Aku tidak akan menyakitimu barang seujung kukupun. Kamu harus melihat anakmu yang berjuang mati-matian dan bertekuk lutut padaku didepan matamu."
"Bajingan sialan, jangan harap!" rutuk Sankara.
Tapi mendengar umpatan itu Antasena ah tidak, haruskah kita memanggilnya Patih Galuh sekarang? Lelaki itu malah tertawa lepas penuh kemenangan. Kemudian berjalan keluar dari sel itu diikuti penjaga lainnya. Sehingga sel itu kosong.
Inilah kesempatan Nias untuk membebaskan Sankara. Lepaskan dulu saja, urusan balas dendam itu belakangan.
Nias membuka tabir ilusi itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/315754348-288-k300554.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Biru & Harimau Putih
FantasySemenjak peperangan itu pecah, Keturunan kerajaan Sendang Rani menjadi target orang-orang kerajaan Jayakarsa. Mereka mengincar Keturunan dari Raja Narawangsa yang lahir di hari jum'at kliwon karena di percaya dapat membuka Lawang Agung hingga mereka...