ᮘᮘ᮪ |᮵᮲| : Tindakan Diluar Ekspetasi

22 3 0
                                    

Seiring dengan arena pertandingan yang kian memanas mata Naditya juga kian khawatir seiring dengan suara golok yang beradu, memekakan telinganya. Naditya takut jika mereka akan terluka. Tapi, pertandingan intens itu tak bisa tiba-tiba Naditya hentikan. Tapi hal itu tidak sampai membuatnya seperti orang bodoh dengan menerobos arena pertandingan. Meskipun Naditya sudah pernah menyaksikan demo pencak silat di sekolahnya, tapi bukankah pertandingan sekarang sangat berbahaya.

Hanya saja sorakan penonton yang menggema bahagia seakan tidak ada rasa khawatir. Hei, apakah ada orang waras di padepokan ini? Orang yang sedang bertanding didepan kalian adalah orang yang bisa saja terluka dan cidera karena permainan berbahaya ini.

Sayangnya tak ada yang sepemahaman dengan Naditya.

Bagi mereka hal ini adalah hal normal.

"Nana, mereka ngga bakal kenapa-napa, kok."

Naditya beralih menatap Dhika sekilas. Lelaki itu nampak menikmati pertandingan ini.

"Bu Nias adalah senior kita yang menjadi murid kesayangan Ki Pangrango, terus Kanaya itu salah satu murid tiga teratas. Wajar jika Bu Nias mengechek kemampuannya. Baik bu Nias atopun Kanaya, mereka udah punya pertimbangan sendiri," jelas Dhika.

Naditya berpikir lagi. Apa yang di ucapkan Dhika ada benarnya juga. Tidak mungkin mereka sampai ingin saling mengalahkan sampai ke titik yang hendak ingin saling menyakiti, kan?

"Apa latian selalu sampai kek gini?"

Dhika langsung mengangguk tanpa berpikir.

"Apa ngga ada yang terluka?"

Dhika langsung mengalihkan tatapannya pada Naditya. "Wajar jika terjadi cidera saat latian. Tapi jangan khawatir, bu Nias cuma lagi mastiin murid seperti apa yang ada di samping lo. Dia ngga mungkin bikin Kanaya terluka."

Mata Naditya beralih menatap Kanaya, senyum samar terbit di bibirnya. "Makasih udah mau ngelindungin gue."

Dhika mengangguk kecil. "Sebuah kehormatan untuk melindungi Kanjeng nyai!" ucap Dhika terkesan bercanda.

Naditya menatap Dhika sinis. "Sekali lagi panggil kanjeng nyai gue hisap energi spiritual lo!" ketusnya.

Dhika terkekeh kecil. "Sorry sorry!"

Keduanya kemudian terkekeh geli secara bersamaan. Hingga sebuah suara benda jatuh yang terdengar memekakan telinganya menginterupsi mereka. Bersamaan dengan suara teriakan penonton yang berhenti.

Dhika dan Naditya spontan melihat kearah Kanaya dan Nias bertanding tadi. Sebuah pemandangan mengejutkan menyapa mereka. Nias yang menghela napas kasar menatap kilatan golok yang terarah padanya, hingga mungkin seper-sekian inci lagi akan menebas lehernya jika tidak ditahan oleh orang yang memegangnya. Dalam kondisi ini Nias tak bisa lagi melawan, golok nya bahkan sudah jatuh ke lantai.

Sesaat kemudian tepuk tangan kembali bergemuruh.

Disisi lain Kanaya yang mengacungkan golok ke leher Nias menyeringai penuh kebahagiaan. Dia yang memenangkan pertandingan kali ini.

"Bagus juga!" puji Nias.

Kanaya tersenyum penuh rasa bangga ia langsung menarik kembali golok yang terhunus kearah Nias tadi dan memasukkannya pada sarungnya lagi. Kemudian membelitnya sebelum melemparkannya sembarang kearah penonton.

"Makasih atas pujiannya, Bu."

"Tidak mengecewakan ekspetasi ibu."

"Itu tugas kami."

Barulah setelah percakapan itu mata Nias yang mengedar menyadari kehadiran Naditya. Kemudian Kanaya mengikuti arah pandangan Nias, hingga mata cerahnya menemukan Naditya. Lantas ia langsung berlari kecil sambil tersenyum dengan begitu cerah.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang