ᮘᮘ᮪ |᮲᮱| : Jebakan

33 6 1
                                    

Matahari menyambut para anak muda yang nampak sudah beraktivitas kembali. Setelah sebelumnya mereka terpaksa merasakan air dingin untuk mandi. Beberapa dari mereka nampak loyo di pagi hari ini. Tapi, Pak Wiranto dengan jadwalnya tiba-tiba datang dan menyuruh mereka untuk siap-siap senam pagi. Yah... Dia yang paling bersemangat bahkan diantara para guru sekalipun.

Sembari mengikuti gerakan yang di intruksikan oleh pak Wiranto, Kanaya dan Ranum mendekat kearah Naditya dan berbisik.

"Abis ini kita nyari sampel, kan?" tanya Ranum.

"Yep, sesuai jadwal."

"Tetep pada rencana awalkan?" kini giliran Kanaya yang bertanya.

"Yep, kalian hati-hati, meskipun ini daerah khusus camp. Tapi, tetep aja ada kemungkinan kalian bisa tersesat." petuah Naditya.

Kanaya dan Ranum langsung mengangguk paham, sebelum mengacungkan jempolnya.

"Itu siapa yang leha-leha di belakang!" tegur Pak Wiranto tiba-tiba. Tentu saja hal itu membuat mereka kembali bersemangat mengikuti gerakan guru itu.

Ah... Guru satu ini memang selalu bersemangat.

Selang beberapa saat mereka akhirnya selesai melakukan senam pagi. Beberapa guru mulai bermunculan, mereka bersiap-siap untuk membina anak bimbingannya.

Baru saja mereka menghela napas lega karena senam pagi telah berakhir, ternyata itu baru awalan. Setelah ini para pembina akan membantu mereka untuk melakukan atau mencari sampel penelitian. Mereka juga memberikan arahan pada anak bimbingannya.

Bu Nias berjalan menghampiri golongan tenda kelas ATPH 3, secara spontan itu juga membuat para murid yang merupakan anak kelas ATPH 3 berkumpul disekitar Bu Nias.

"Baik semuanya, seperti yang kita ketahui kelian bisa melakukan penelitian dan mencari beberapa sampel untuk penelitian kalian. Ini adalah kawasan yang boleh kalian lalui. Ingat untuk saling menjaga dan terus pantau temen kalian. Dan kalian harus kembali ke area tenda setelah waktu yang ditentukan. Jangan lupa bawa name tagnya juga. Baiklah, itu saja dari ibu. Selamat bersenang-senang."

Beberapa murid nampak loyo mendengar hal itu. Yah... Bagaimana juga mereka baru selesai melakukan senam pagi mereka langsung di gempur oleh tugas ini.

Akhirnya mereka hanya bisa pasrah dan mengeluh pada panita penentu rundown acara. Hingga acara menjadi mepet seperti ini. Beberapa dari mereka mulai bergegas kembali ke tenda untuk bersiap-siap.

Tapi, Naditya tertahan di tempat oleh Bu Nias. Wanita itu menahan tangan Naditya.

"Kamu harus hati-hati. Jangan sampai kenapa-napa. Atau apa perlu ibu temenin?" tanya Bu Nias.

Naditya menggeleng. "Nggak Bu, kalo kaya gitu ibu sama aja sama pilih kasih. Aku janji kok bakal hati-hati."

Bu Nias nampak pasrah, tapi alih-alih melepaskan genggaman tangannya. Bu Nias malah mengusap rambut Naditya hingga berakhir di pundak gadis itu. "Ok, kamu jaga diri baik-baik yah!"

Kali ini Naditya mengangguk dengan semangat. Setelahnya tak ada percakapan lain antara mereka berdua, karena Naditya juga tak berdiam lebih lama lagi. Ia langsung bergegas menuju anggota kelompoknya yang juga kini nampak tengah mengechek peralatan yang akan di pakai.

Melihat Naditya yang bersemangat membantu anggota kelompoknya Nias tersenyum kecil. Sebelum wajah wanita itu berubah datar kembali. Ia menatap telapak tangannya. Sebuah simbol muncul diatas tangannya itu. Kemudian dia mengusapkan telapak tangannya itu di dada kirinya.

"Kalau kamu kenapa-napa seenggaknya kita akan merasakan hal yang sama," gumamnya.

Iya itu adalah simbol dari ajian pengikat rasa. Jadi, apapun yang di rasakan oleh sang terikat, akan dirasakan oleh sang pengikat, tapi itu tidak berkebalikan. Sehingga sang terikat tidak bisa merasakan rasa yang dialami sang pengikat. Secara simpelnya, Bu Nias bisa merasakan rasa apapun yang di rasakan Naditya sementara Naditya tidak.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang