ᮘᮘ᮪ |᮵᮶| : Senjata Pusaka

13 3 0
                                    

Baru saja bangun Ki Pangrango menemukan Naditya diambang pintu dengan membawa semangkuk bubur dan air hangat di nampan makanan. Ki Pangrango hanya dapat tersenyum kecil melihat bagaimana gadis itu tersenyum manis kala melihat Ki Pangrango sudah bangun.

Apakah dia sengaja bangun pagi-pagi untuk menyiapkan bubur untuknya?

"Kanjeng nyai," sapa Ki Pangrango.

"Aki, sebenernya ngga perlu panggil aku kanjeng nyai lagi. Panggil saja Nana," jawab gadis itu lugas.

Ia meletakkan bubur itu dinakas samping tempat tidur Ki Pangrango.

"Aki, lebih nyaman manggil kamu seperti ini."

Naditya tersenyum kecil. "Oke, aku ngalah."

Ki Pangrango mengambil alih tangan gadis itu dan memeriksa denyut nadinya. Senyum tersungging yang menyatakan bahwa Ki Pangrango puas dengan keadaan gadis itu saat ini.

"Baiklah sekarang kanjeng nyai bisa mengatakannya, jangan terlalu sungkan pada Aki."

Naditya cengengesan. "Jadi Aki sudah tahu."

Sejurus kemudian gadis itu menghela napas. "Aku mau lepasin cincin ini, dan biarin Prabu Bagaspati bebas."

"JANGAN!" sentak Ki Pangrango yang membuat Naditya terkejut,

Selama ini Ki Pangrango selalu bersikap tenang. Kenapa tiba-tiba seperti ini?

"Ke-kenapa?" tanya Naditya ragu-ragu.

"Sejak di pakai cincin ini sudah mengikat jiwa kamu. Kamu tau?"

"Iya aku tau!"

"Lantas?"

"Jika Prabu Bagaspati harus terjebak selamanya disini. Bagaimana aku bisa punya muka untuk melihat Arya?"

Ki Pangrango tertegun.

"Aku juga tau gimana rasanya kehilangan ibu, dari saat itu aku cuma punya Ayah, ayah itu segalanya dihidup aku. Merenggut ayah orang lain untuk ke egoisan sendiri. Jadi pantaskah aku menyandang gelar keturunan agung sebagai buah dari keegoisan?"

Ki Pangrango berpikir keras. "Tapi Kanjeng nyai, cincin itu pengendali saat kebangkitan energi spiritual kamu. Tanpa cincin itu mungkin kebangkitan energi spiritual kamu akan sangat sulit di kendalikan. Kamu siap dengan konsekuensinya? Paling buruk energi spiritual kamu akan menggila dan meledak, hingga kamu sendiri akan meninggal karena luapan energi spiritual."

"Aku siap!" tegas Naditya tanpa berpikir lagi.

"Baiklah Aki akan membantunya. Setelah ini, biarkan Prabu Bagaspati yang akan membantumu berlatih dan coba atur emosimu, jangan marah itu akan memicu energi spiritual kamu meledak."

"Baik, aku akan mematuhi perkataan Aki!"

Ki Pangrango hanya dapat menghela napas. Setelah cincin ini dilepas, kedepannya semua tergantung pada kemampuan dan takdir gadis ini.

"Ah, satu lagi. Tolong Aki, jangan bilang ke siapapun soal cincin ini. Aku nggak mau mereka khawatir."

Mata Ki Pangrango kembali tak lepas dari gadis itu. Lapang sekali hatinya. Versis seperti Gayatri.

"Baik, tapi inget kamu harus hati-hati. Ingat selalu peringatan Aki."

Naditya mengangguk dengan semangat. Saat itulah Ki Pangrango membantunya melepaskan cincin itu. Kemudian ia jatuh tak sadarkan diri. Tapi sesuai keinginannya ia tidak memberitahu soal konsekuensi melepas cincin ini pada siapapun.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang