ᮘᮘ᮪ |᮸| : Cincin Pengikat Jiwa pt. 2

44 4 2
                                    

"Kok nggak ada!?" ucap Kanaya.

"Coba gue tanyain ke Bu Karin." Hara mengajukan diri berjalan menuju kearah bu Karin.

Dhika mendekat kearah Kanaya dan berkata, "yeileh, itu mah maunya."

Kanaya bersedekap dada. "Dasar cowok," ketusnya.

Sayangnya Dhika yang polos itu hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju atas ucapan Kanaya tadi. Padahal dirinya juga lelaki. Manusia polos satu ini memang hanya pintar dalam bidang akademik. Jika dinilai kepekaannya hanya berkisar diangka 35%.

Disana nampak Hara berhasil membujuk bu Karin untuk menginstruksikan semua murid untuk berkumpul dan menggeledah mereka satu-persatu. Sementara Kanaya dan Dhika mencari di sekitar box. Lapangan utama nampak sibuk mencari sebuah cincin sekarang.

"Kemana anjir cincinnya? mana bu Nias tadi bentak gue lagi," gerutu Dhika.

"Hah? Lo di bentak?"

"Iya woy, baru kali ini gue di bentak gitu."

"Kok bisa?"

"Iya, ini, gara-gara cincin. Waktu liat cincin Nana nggak ada, dia langsung nyuruh gue nyari cincinnya."

"Ya ... Ngga heran sih, orang cincin itu peninggalan satu-satunya dari nyokap Nana."

Dhika mengangguk mengiyakan.

"Peninggalan satu-satunya nyokapnya Naditya?" sentak Firas  yang tiba-tiba ada di belakang mereka.

Kanaya dan Dhika yang sedang fokus mencari cincin langsung terkejut dengan suara Firas yang khas.

"Ngagetin aja si goblok!" gerutu Kanaya.

Firas nyengir kuda dengan gigi yang nampak dan wajahnya yang polos-polos minta dihajar.

"Sorry, sorry," Firas menjeda, "tapi beneran itu peninggalan satu-satunya?" tanyanya kembali dengan nada serius.

"Kamu Nanyea?" timpal Hara yang baru menghampiri mereka.

Firas dengan emosinya yang setipis tisu hendak memukul Hara tapi ia urungkan niatnya. "Gue serius, bego!"

"Sini aku kasi tahu yahhh." Hara masih dengan logat yang sama.

Firas menghela napas seraya menatap Kanaya dan Dhika, "heh, ini bestie kalian boleh gue hajar nggak sih?"

"Hajar aja ngga papa, gue ikhlas," jawab Kanaya dengan nada acuh tak acuh. "Kalo perlu sampe 'innalillahi' juga nggak papa."

"Astagfirullah, kualat lo, Nay!" Hara hanya bisa mengelus dadanya agar sabar menghadapi Kanaya.

"Eh eh eh, bentara dulu jangan ribut. Tadi gue nanya belum di jawab." Firas menengahi.

Kanaya dan Hara spontan menatap Firas. "OH ... KAMU NANYEA?" ujar keduanya.

"Bangsat, gue serius ege!" Firas sudah kehabisan stok kesabarannya.

Dhika yang tengah mencari cincin, akhirnya kesal sendiri. Dia berjalan menghampiri Firas dan berkata dengan nada yang sudah mulai jenuh. "Salah kalo lo ngomong sama dua orang itu, harusnya lo nanya sama orang waras kek gue."

"Dik, Lama-lama gue lempar juga lo ke puncak gunung Himalaya!"

"Kejauhan!" timpal Kanaya.

"Gunung Fuji?"

"Masi Jauh!"

"Terus kemana, anjirr?"

"Terserah!"

Hara menganga tak percaya dengan apa yang didengarnya. Lelembut mana yang merasuki Kanaya hingga gadis itu bertingkah seperti gadis normal lainnya. Seorang Kanaya berkata seperti itu adalah hal yang sangat ajaib.

Darah Biru & Harimau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang