Pulang darisana Naditya tak berbicara sama sekali. Apakah pengorbanan ibu dan ayahnya sia-sia? Setiap sore selama 7 hari mengurus keris ini, apakah itu sia-sia?
Apakah ini karena dia tidak langsung menggunakan keris ini? Ataukah ada kekuatan luar yang mengunci energi spiritual keris ini sama seperti mereka mengunci kekuatan energi spiritual Naditya?
Semakin dipikirkan, semakin membuat kepala pusing. Sudahlah, setelah pulang mereka akan kembali ke padepokan. Nanti disana ia bisa membicarakannya dengan Ki Pangrango.
Begitu mobil tiba di padepokan Naditya langsung berlari keluar dari mobil itu. Sampai-sampai melupakan yang lain di belakang. Untuk pak Mukhtar tentu saja mereka berpisah di tengah jalan, menghindari untuk memberitahu pak Mukhtar bahwa mereka tinggal di padepokan ini.
Ia bertanya pada beberapa murid untuk mencari Ki Pangrango. Jantungnya berpacu cepat, ia sangat antusias untuk mengetahui alasan hilangnya energi spiritual di dalam keris itu.
Setiap langkahnya menunjukkan rasa semangat dan khawatir disaat yang bersamaan. Matanya melihat kedepan dengan yakin. Ia mengacuhkan napasnya yang sudah mulai tidak teratur karena sudah berlari.
Murid tadi mengatakan jika Ki Pangrango seperti biasa sedang menyesap kopi di pendopo kesayangannya, yang ada di area kolan itu. Lantas Naditya langsung berlari kesana.
Matanya berbinar kala menemukan Ki Pangrango seperti biasa sedang menyesap kopi di tengah angin malam yang mengibarkan pakaiannya. Tapi, dia nampak sama sekali tidak terinterupsi.
"Aki!" panggil Naditya semangat.
Ki Pangrango membuka matanya perlahan. Ia bisa merasakan energi aura spesial yang di tinggalkannya pada sebuah keris pusaka. Begitu ia melihat peti kayu jati di tangan Naditya, Ki Pangrango langsung menebak bahwa didalamnya ada keris pusaka renjana.
"Uda dapet hadiahnya?"
Pertanyaan itu membuat Naditya menatap peti itu sendu. "Iya," jawabnya lemah.
"Suka?"
Naditya mengangguk membenarkan pertanyaan itu.
"Kenapa ngga dicoba?"
Darisanalah baru Naditya sadar. Ia terlalu terharu dengan hadiah ibunya dan pertanyaan Ki Pangrango tadi yang membangkitkan kenangan saat ia melihat teater ilusi itu. Padahal tujuan awalnya adalah untuk bertanya kenapa ini jadi keris kosong.
"Aki, ada yang mau aku tanyain. Sejak diambil aku menyadari kalo keris ini kembali menjadi senjata pusaka kosong."
Tak ada kebingungan di wajah Ki Pangrango. Ekspresi wajahnya yang tak bisa di baca itu masih di perlihatkan oleh Ki Pangrango. Tapi kemudian ia terkekeh kecil tanpa menjelaskan apapun yang malah membuat Naditya kebingungan sendiri.
Ki Pangrango tentu saja tak akan membiarkan Naditya kebingungan sendiri lagi. Ia menggerakkan telunjuknya membuka peti itu tanpa menyentuhnya sama sekali. Kemudian menarik keris di dalamnya hingga mengambang di telapak tangannya. Gerakan singkat yang tak luput dari penglihatan Naditya.
Mata tua penuh keriput itu terpejam. Seakan ia sedang berunding dengan keris itu dalam alam yang tak Naditya lihat dan mengerti. Tapi sesaat sebelum membuka matanya Ki Pangrango nampak terkekeh kecil. Lalu menggeleng tak habis pikir.
Dengan satu gerakan keris itu kembali ke peti yang di pegang oleh Naditya.
"Kanjeng nyai, ini ujian dari ibumu. Aki ngga bisa ikut campur. Hanya bisa memberitahumu jika dia dan dirimu sama, memiliki energi spiritual yang luar biasa tapi terkunci. Cuma kamu yang bisa melepaskan kunci itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Biru & Harimau Putih
FantasySemenjak peperangan itu pecah, Keturunan kerajaan Sendang Rani menjadi target orang-orang kerajaan Jayakarsa. Mereka mengincar Keturunan dari Raja Narawangsa yang lahir di hari jum'at kliwon karena di percaya dapat membuka Lawang Agung hingga mereka...