199 - Kabar Buruk di Pagi Hari

321 97 20
                                    

.

.

Bersiaplah untuk melanjutkan perjuangan dakwah Syeikh Abdullah.

.

.

***

Dua bulan setelah Haya lahir ...

Pasca kelahiran anak kedua Yoga, suasana masih bersuka cita, hingga berita itu datang di suatu pagi di kediaman Danadyaksa.

"Sayang! Ada yang telepon ke hapemu!" teriak Erika dari kamar mereka.

Yoga yang tadinya sedang sarapan bersama Dana, Adli dan Raesha, berlari terburu-buru ke arah kamar.

"Siapa?" tanya Yoga sambil berlari.

"Ustaz Umar," jawab Erika. Itu sebabnya Erika sampai menurunkan Haya dari susuannya dan berlari ke luar kamar demi memberitahu Yoga bahwa ponselnya berdering. Itu pastilah telepon penting, Erika yakin. Ustaz Umar adalah orang kepercayaan Syeikh Abdullah, dan dering ponsel Yoga tak henti-henti sedari tadi, yang artinya, Ustaz Umar kemungkinan membawa kabar penting untuk disampaikan pada Yoga.

Entah mengapa, dada Yoga berdentum kuat. Ustaz Umar meneleponnya sepagi ini. Perasaannya langsung tak keruan. Ada apa kiranya?

"Assalamu'alaikum," sapa Yoga langsung, begitu menerima sambungan telepon itu di kamarnya.

"Wa'alaikumussalam, Yoga," sahut Ustaz Umar dengan suara yang entah mengapa, terdengar lesu di telinga Yoga.

"Ya. Ada apa, Ustaz?" tanya Yoga bahkan tanpa menanyakan kabar. Deru jantungnya makin menjadi. Dia yakin sekarang, Ustaz Umar membawa kabar buruk.

"Ada kabar kurang baik, Yoga," ucap Ustaz Umar setelah jeda sekian detik yang membuat Yoga makin tegang karenanya.

Yoga berdiri dengan pose kaku bagai patung. Ada ketakutan dalam binar matanya. Apakah sesaat lagi dunianya akan runtuh?

"A-Ada apa, Ustaz?" tanya Yoga gugup. Istrinya menyadari, ada kabar buruk menghampiri suaminya.

"Syeikh sakit," lanjut Ustaz Umar.

Bibir Yoga bergetar. Disangkanya, kabar duka akan menghantamnya.

"S-Syeikh sakit apa? Parahkah? Saya akan berangkat ke Padang sekarang juga!" ujar Yoga nyaris berteriak.

Haya yang tadinya tidur-tiduran ayam, menangis saat mendengar ayahnya bersuara agak keras.

"Haya ... sayang, cup cup," Erika menggendong Haya dan berusaha menenangkannya, tapi Haya masih menangis.

Yoga akhirnya memilih keluar dari kamar dan bicara di koridor.

"Yoga, kita sama-sama tahu, Syeikh sudah tua. Usianya delapan puluh dua tahun," kata Ustaz Umar dengan suara serak. Pria gagah itu tidak biasanya terdengar rapuh seperti ini. Yoga segera merasa, sakit Syeikh cukup parah. Syeikh tak pernah terlihat sakit sebelumnya. Setidaknya, sakitnya tidak pernah sampai terdengar kabarnya ke telinganya.

"T-Tidak! Saya akan ke sana sekarang juga! Kalau perlu, saya akan bawa dokter terbaik yang saya kenal!" ucap Yoga yang pertahanan dirinya mulai runtuh. Pria jangkung itu mulai menangis.

Di meja makan, Dana dan Raesha saling tatap. Mereka sama-sama tahu kalau Yoga nampaknya sedang menerima kabar buruk.

"Syeikh bilang, kamu tidak perlu datang," kata Ustaz Umar, berusaha terdengar tenang, agar tidak membuat Yoga makin histeris.

"Benarkah Syeikh bilang begitu? S-Saya tidak percaya! Kenapa saya tidak boleh ke sana? Saya mau bicara dengan Syeikh!" Yoga sampai kurang adab pada Ustaz Umar, lantaran emosi dan logikanya sedang tak mampu dikendalikan olehnya.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang