284 - Ruang Sempit

252 71 7
                                    

.

.

"Sebaiknya begitu. Sebaiknya dia membahagiakanmu."

.

.

***

Yunan dan Raesha berdiri di dalam lift. Berusaha menjaga jarak. Keduanya menoleh pelan ke arah satu sama lain, lalu tertunduk malu.

"Kamu mau ke kamarmu?" tanya Yunan. Pertanyaan basa-basi, tentu saja. Mau ke mana lagi, kalau bukan ke kamar? Ini 'kan lift menuju kamar hotel.

"Iya, Kak," jawab Raesha mengangguk.

"Gak bareng Ilyasa?" tanya Yunan lagi.

"Dia lagi ngobrol sama temannya, ustaz dari Malaysia."

"Oh."

Hening. Keduanya salah tingkah. Raesha melirik nomor level lantai. Lantai tiga. Masih sepuluh lantai lagi! Raesha teringat sesuatu. Mestinya dia tidak memasuki lift ini! Bagaimana kalau 'hal-hal mistis itu' muncul lagi dan mengganggu mereka??

"Matamu kenapa, Rae?"

Raesha spontan menyentuh bagian bawah matanya. Masih bengkak, karena tadi dia menangis cukup lama, setelah dibentak suaminya.

Menemukan sorot lembut mata Kak Yunan, membuat lutut Raesha terasa lemas. Perasaannya masih sensitif setelah pertengkarannya dengan Ilyasa tadi. Tidak! Dia tidak akan cerita apapun pada Kak Yunan!

"I-Ini cuma ... entahlah, Kak. Mungkin alergi sesuatu," jawab Raesha tanpa berpikir.

Jawaban bohong, tentu saja Yunan tahu. Raesha tidak punya alergi, sejauh yang dikenalnya selama merawat Raesha sejak kecil.

Lampu dari langit-langit lift, tetiba berkedip-kedip.

Raesha dan Yunan spontan melihat ke atas.

Apa itu? pikir keduanya cemas.

Wajah Raesha pucat saat melihat siluet buram dari sesosok makhluk hitam yang mengintip mereka dari atas langit-langit kaca akrilik yang semi transparan. Makhluk itu seperti sedang merayap layaknya cicak.

Raesha spontan menjerit kencang sambil berjongkok ketakutan. Makhluk itu tertawa.

"Pergi!!" bentak Yunan pada makhluk yang mestinya tak kasat mata itu. Mestinya. Kalau Yunan, memang bisa melihatnya, tapi mestinya Raesha tidak bisa. Namun makhluk itu sengaja memperlihatkan dirinya pada Raesha.

Sosok hitam itu menjadi transparan, sebelum menghilang.

"Sudah, Rae. Gak apa-apa, sa--," Yunan menutup mulutnya. Bagaimana cara menatar lidahnya supaya tidak memanggil Raesha dengan sebutan 'sayang'?

"Dia sudah pergi, Rae," kata Yunan menepuk bahu Raesha yang gemetar ketakutan. Wajar, mengingat Raesha orang biasa pada umumnya. Melihat makhluk seperti barusan itu, bukan hal biasa bagi Raesha.

Raesha melihat ke atas. Cairan membasahi matanya. Kejadian hari ini sungguh di luar rencana. Dimarahi Ilyasa, lalu sekarang, ...

Yunan membantu Raesha berdiri. Lutut Raesha gemetar.

Penunjuk level lantai, menunjukkan angka empat. Mendadak lift berguncang. Raesha menjerit saat kehilangan keseimbangan dan terjengkang. Nyaris kepalanya terbentur dinding lift, tapi Yunan menjadikan tangannya bantalan bagi kepala Raesha.

"Sakit?" tanya Yunan dengan ekspresi cemas.

Pipi Raesha terasa panas, saat menyadari wajah mereka terpaut jarak dekat. Sangat dekat, malah.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang