282 - Ballroom

236 62 4
                                    

.

.

"Berbeda bukan berarti harus berselisih."

.

.

***

"Allaahumma sholli wa sallim 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammadin miftaahi baabi rohmatillaah 'adada maa fii 'ilmillaah sholaatan wa salaaman daa imaini bidawaami mulkillaah, wa'ala alihi wa shohbihi wa man walah. Amma ba'du."

(Ya Allah berilah rahmat dan salam kepada pemimpin kami Nabi Muhammad serta para keluarga beliau, beliau adalah kunci rahmat Allah, rahmat serta salam sebanyak sesuatu yang berada dalam pengetahuan Allah, rahmat serta salam yang selamanya tercurah dengan kesenantiasaan kerajaan Allah, dan kepada keturunannya, para sahabatnya dan para pengikutnya. Adapun selanjutnya ... )

Kalimat mulia yang biasa diucapkan Yunan tiap kali membuka pengajian itu, kini diucapkannya di Ballroom Hotel Sultan.

"Jazakumullah kheir atas undangannya di acara yang mulia ini, yang dihadiri oleh para guru mulia, para Habaib, serta para ulama Asia Tenggara, Afrika dan Eropa.

Terkait dengan tema pertemuan kita kali ini, saya ingin mengisahkan sebuah peristiwa yang terjadi di Kairo, Mesir. Saat itu di Mesir, ada dua orang Syeikh yang berbeda pendapat. Yang satu berpendapat bahwa bersentuhan antara perempuan dan laki-laki, tidak membatalkan wudu'. Sementara Syeikh yang satu lagi, berpendapat sebaliknya, bahwa sentuhan antara perempuan dan laki-laki, membatalkan wudu'. Sepintas jika dilihat dari kacamata orang luar, kedua Syeikh ini seolah saling bermusuhan.

Suatu ketika, ada pertemuan ulama yang berlangsung di sana. Dalam pertemuan yang dinamai 'Mahabbah' itu, kedua Syeikh yang berbeda pendapat itu, saling berangkulan dan bersalaman. Interaksi mereka, mengajarkan kita bahwa berbeda bukan berarti harus berselisih.

Masih di Mesir, seorang penuntut ilmu agama asal Indonesia yang sedang berwudu' di masjid dekat pasar, dikritik wudu'nya oleh seorang pedagang pasar. Menurut pedagang pasar itu, cara wudu' si penuntut ilmu itu, salah, sehingga wudu'nya tidak sah. Sang murid itu, saat wudu' membasuh sebagian kepala, sementara menurut si pedagang, yang benar seharusnya membasuh seluruh kepala.

Datang seorang Mesir menengahi mereka. Pria Mesir itu mengenali sang murid, dan mengatakan pada si pedagang bahwa pemuda itu adalah penimba ilmu agama dari Asia, yang menganut mazhab Imam Syafi'i. Dalam mahzab Imam Syafi'i, membasuh kepala saat wudu', cukup sebagiannya saja. Sementara menurut mahzab Imam Maliki, yang dibasuh seluruh bagian kepala. Namun setelah dijelaskan, si pedagang itu masih belum bisa menerima, dan tetap yakin bahwa yang benar adalah membasuh seluruh kepala.

Lalu suatu hari, murid itu lulus menjadi seorang ustaz dan pergi berdakwah ke pedalaman Sumatera. Saking terpencilnya daerah itu, tak ada sinyal hape di sana. Namun begitu terkejutnya sang ustaz saat melihat bahwa di daerah terpencil itu telah berdiri tempat ibadah umat yang bukan Islam.

Hal itu membuat sang ustaz menyadari bahwa ternyata ada hal yang jauh lebih penting ketimbang memperdebatkan perbedaan-perbedaan yang sifatnya furu' (cabang). Hal-hal seperti perbedaan tentang hal-hal yang membatalkan wudu', atau tata cara wudu', tentulah tak seberapa jika dibandingkan dengan permasalahan yang sifatnya ushul (pokok) seperti misalnya tidak mempercayai adanya Tuhan, atau mensekutukan Allah, musyrik, atau menyembah batu, api, pohon dan sebangsanya.

Maka kita berkumpul di tempat ini, para ulama dari berbagai belahan dunia, yang mungkin kita satu sama lain memiliki perbedaan dalam hal-hal yang sifatnya furu', akan tetapi alhamdulillah kita sejalan dalam hal-hal yang sifatnya ushul. Mengajak umat untuk mengimani Allah, menyembah Allah, tidak mensekutukan Allah. Semoga dengan adanya pertemuan ini, ikatan mahabbah kita akan menjadi lebih erat, sehingga kita tidak berpecah belah dikarenakan perbedaan di antara kita, agar kita bisa menjadi contoh yang baik bagi umat, dan membawa umat ke dalam persatuan, demi terwujudnya ukhuwah Islamiyah yang kokoh. (1)

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang