336 - Surat

221 81 5
                                    

.

.

Aku minta ridho-mu, istriku, Raesha Akhtar.

.

.

***

Perlahan kamu mulai membuka diri. Terkadang tanpa sungkan, kamu menceritakan kisah cintamu yang memilukan. Kamu putus dengan Kak Yunan, katamu. Maafkan aku, yang tidak bisa berpura-pura sedih. Buruk sekali aktingku waktu itu. Kandasnya hubungan kalian, membuatku sangat bahagia. Putusmu, bahagiaku. Ha ha. Maaf, sekali lagi.

Aku menghiburmu. Lalu perlahan memasuki hatimu yang sedang terluka. Aku curang, aku tahu. Tapi aku tidak ingin melepaskan kesempatan ini. Sejujurnya, masa dua tahun dalam hidupku yang sempat kosong tanpamu, sangatlah menyiksa. Aku tidak ingin itu terjadi lagi.

Lalu sesuatu yang ajaib terjadi padamu. Kamu kesurupan dan kamu bilang tidak tahu apa yang terjadi. Tahu-tahu, kamu terbangun di kamar Kak Yunan, dan Kak Yunan kabur dari rumah. Sungguh drama horor romantis! Aku kehabisan kata-kata.

Sebuah tanda membekas di pangkal lehermu. Tanda terbakar berbentuk lingkaran kecil. Tiap aku melihatnya sekarang, aku teringat terus pada peristiwa dirimu kesurupan malam itu. Apa yang terjadi malam itu di kamar Kak Yunan? Aku tahu, semestinya aku tidak berpikiran yang aneh-aneh. Tapi, apalah dayaku. Aku laki-laki normal. Kak Yunan juga. Kira-kira, apa yang terjadi antara laki-laki dan perempuan yang saling mencintai, di dalam kamar?

Tapi, saat itu kamu bukanlah dirimu, melainkan sesuatu yang jahat, yang ingin merusak Kak Yunan. Dan Kak Yunan, sudah pernah sekamar denganmu selama belasan tahun sebelumnya. Sekamar denganmu, bukan hal baru baginya. Jadi, kupikir, kemungkinan tak ada hal buruk yang terjadi malam itu.

Aku tahu keperawanan bukan segalanya, tapi aku rasa setan mungkin yang membisikkan kecurigaan-kecurigaan tak berdasar itu ke benakku. Apakah Kak Yunan pernah sampai melakukan ... 'itu' padamu? Ah. Mungkin tidak. Kak Yunan tidak mungkin, 'kan? Tapi bagaimana dengan hal lainnya yang biasa dilakukan orang pacaran? Ciuman? Ya. Bisa jadi kalian berciuman. Cium di bibir atau -- Aaaargh!! Aku merasa nyaris gila memikirkannya. Kamu tahu, sayang? Aku bahkan mempertanyakan itu dalam pikiranku, saat ciuman pertama kita di dalam mobil selepas akad nikah, menuju hotel tempat bulan madu kita. Apakah itu ciuman pertama juga buatmu, atau --

Sungguh aku harus berusaha keras melawan semua bisikan-bisikan itu. Mereka membujukku untuk bertanya, "Apa ini ciuman pertamamu? Atau ciuman pertamamu telah kamu berikan pada Kak Yunan?" Mereka ingin kita bertengkar di malam pengantin kita. Setan-setan itu berusaha keras membuat kita saling curiga, pecah belah dan berselisih. 

Aku bahagia sekali saat menyadari di malam pertama kita, bahwa aku adalah yang pertama buatmu, dan kamu adalah yang pertama buatku. Itu sudah lebih dari cukup. Atau setidaknya, kupikir begitu. Tapi kemudian aku menyadari, ternyata aku sangat serakah. Aku juga menginginkan hanya ada aku di hatimu. Tanpa ada Kak Yunan di sana. Aku berusaha menafikkan sejarah hidup rumit kalian berdua. Seolah ikatan kuat kalian bisa kuhapus seketika, hanya dengan status 'suami' yang melekat pada diriku. Berbagai peristiwa yang terjadi dua minggu terakhir ini, telah membuktikan bahwa keinginanku itu tak akan terjadi. Tidak sekarang. Tidak esok. Tidak esok lusa, dan seterusnya. Sosok Kak Yunan akan menetap dalam hatimu, dan sebaliknya, aku yakin, sosokmu telah menetap di hati Kak Yunan. Aku suka atau tidak suka, begitulah kenyataannya.

Air mata Raesha menetes, nyaris membasahi lembar surat yang dipegangnya. Kenapa Ilyasa bicara begitu? Ia menarik surat Ilyasa ke dalam pelukannya. Mengenali rasa yang bergejolak dalam dadanya. Rasa bersalah. Ilyasa pernah mengutarakan isi hatinya dengan jelas waktu itu. Saat mereka menginap di hotel Sultan.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang