.
.
"Berjalan ke arah Barat. Kamu akan menemukan sebuah piramid. Orang itu menunggumu di sana."
.
.
***
Tangan Yunan dan Syeikh Abdullah masih saling menggenggam erat, seolah Yunan khawatir sewaktu-waktu bisa terpisah dari beliau, lalu dia akan berakhir sendirian di padang pasir tandus ini, yang dia sendiri tidak yakin apakah ini sungguhan ada secara fisik, atau hanya semacam dimensi perantara saja. Bagaimana dia akan kembali ke dunia yang biasa ditinggalinya? Sungguh Yunan tak punya bayangan tentang itu.
"Saya harus pergi sekarang," kata Syeikh Abdullah dengan senyuman hangat.
"S-Syeikh mau ke mana? Jangan tinggalin saya sendirian di sini, Syeikh!" tukas Yunan segera, nyalinya ciut macam anak bocah. Dia jadi seperti ini kalau berurusan dengan Syeikh Abdullah.
"Kamu akan menemukan jalan kembali ke duniamu. Jangan khawatir. Jangan jauh-jauh dari piramid ini. Seseorang akan menemukanmu," pesan Syeikh seraya mengusap kepala Yunan.
"Seseorang? Siapa?" tanya Yunan.
"Kamu akan tahu sendiri nanti," jawab Syeikh. Tak mengherankan. Seperti biasa, Syeikh Abdullah dan tebak-tebakannya.
Yunan merangkul tubuh tua itu yang kini tak lagi rapuh seperti dulu. Aroma gaharu menguar lebih wangi ketimbang parfum yang biasa dipakai Syeikh dulu saat di dunia. Mereka saling mengucap salam. Yunan sempat mencium tangan Syeikh Abdullah beberapa kali, sebelum wujud Syeikh menghilang tanpa jejak.
Yunan menatap sekelilingnya. Piramid di depannya ini, adalah satu-satunya tanda. Selain piramid ini, tak ada apa-apa lagi. Tak ada pilihan lain. Dia hanya bisa manut pada pesan Syeikh tadi.
Yunan duduk bersila di atas pasir. Tangannya mengeluarkan tasbih dari kantung celana jinsnya. Ia mulai berzikir, sambil menunggu seseorang yang katanya akan menemukannya di sini, di dekat piramid.
.
.
Raesha tercengang menemukan dirinya berada di sebuah padang pasir. Angin membawa serta debu pasir ke dalam beberapa pusaran. Tak ada siapapun di sekelilingnya. Ia mulai paham sekarang. Ini adalah mimpi.
Gamis dan kerudung putih yang dikenakan Raesha, melambai tertiup angin. Ia jadi merasa penampilannya sekarang macam bidadari dari khayangan saja.
Sudut mata Raesha menangkap sesuatu di kejauhan. Sebentuk kotak entah apa. Raesha menghampiri benda itu yang ternyata adalah sebuah pintu yang terbuka. Di dalam pintu itu, tak nampak apapun kecuali hitam pekat.
Ada apa di ujung sana? Penasaran, Raesha memasukkan tangannya ke dalam pintu kegelapan. Bayangan akan berbagai tempat di dunia, muncul bertubi-tubi di benaknya. Raesha segera menarik tangannya kembali. Ada rasa tidak nyaman saat tangannya memasuki kegelapan itu. Seperti sesuatu yang berat menimpanya. Berada di padang pasir ini malah lebih nyaman. Lebih ... ringan.
Tubuh Raesha bergidik saat menyadari seseorang berdiri di belakangnya.
"Siapa -- ??"
Lelaki berparas cakap dan berambut pendek, berdiri tersenyum pada Raesha, dengan pakaian serba putih. Alis Raesha berkerut saat merasakan gejolak perasaan yang aneh di dalam dadanya. Lelaki ini begitu familiar rasanya. Air mata Raesha jatuh saat memahami kemiripan raut wajahnya dengan wajah lelaki misterius ini.
"Tebak siapa?" ucap lelaki itu dengan senyum lesung pipitnya, senyum yang sama seperti senyum Raesha.
"A-yah?" tanya Raesha dengan suara bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED
EspiritualRaesha sudah menerima khitbah Ilyasa. Keduanya saling mencintai, tapi Ilyasa masih merasa, calon istrinya itu masih menyimpan rasa pada Yunan, kakak angkat Raesha. Dan sekali pun Yunan sudah punya istri bernama Arisa, dan putra bernama Raihan, Ilya...