.
.
Dan hanya orang beriman yang memahami bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan awal.
..
***
Hujan masih membasahi malam, mengetuk-ngetuk jendela ruang inap keluarga pasien. Tempat keluarga Danadyaksa terpaksa akan menghabiskan malam mereka secara bergantian, lantaran tak memungkinkan untuk menginap di ruang ICU.
Di ruang kosong tanpa furnitur itu, hanya ada Zhafran dan Yunan, duduk di permukaan karpet.
"Ka-ta-kan pa-da-ku, Zha-f-ran! Si-a-pa o-rang ya-ng mem-ban-tu-mu ber-do-a un-tuk-ku wak-tu i-tu!"
Ucapan Yunan bernada memaksa. Mumpung mereka berdua saja di sini, Yunan sengaja membahas ini dengan Zhafran, sebab entah mengapa, Yunan punya firasat tidak baik saat pertama mendengar Zhafran bicara begitu.
Zhafran membalas tatapan Yunan dengan tenang, sebelum menghela napas. "Ustaz Ilyasa," jawabnya singkat.
Yunan nampak terkejut. "Je-las-kan pa-da-ku!" tuntutnya.
Zhafran merapatkan bibir, sebelum pandangannya tertunduk ke lantai. "Awalnya, aku agak heran. Biasanya jarak antara do'a sembilan wali, dengan pengkabulan, tidak pernah lama. Malah, pada beberapa kasus, langsung detik itu juga, langsung qabul. Tapi setelah berlalu dua hari, aku paham, bahwa keajaiban yang pertama adalah, Syeikh jadi bisa bertahan lebih lama dari ukuran normal medis. Aku memahami itu sebelum mendengarnya dari dokter yang mengatakannya pada Ummi, bahwa mereka pikir Syeikh hanya akan bertahan dua hari saja."
Yunan terdiam mendengarkan. Debaran dadanya terasa kencang. Ia menduga sesuatu, tapi berharap dugaannya salah.
"Lalu pemahaman berikutnya, sampai padaku. Perlu ada satu dorongan lagi, untuk kemudian kembali dibantu dengan do'a sembilan wali. Aku menebak, dorongan itu adalah do'a. Do'a yang lain. Aku mulai mengamati satu per satu orang yang menjaga Syeikh di rumah sakit.
Aku mendengar suara-suara do'a mereka. Pertama, aku mendengar suara Ummi. Ummi mendo'akan kesembuhan Syeikh, tapi melihat dokter sebenarnya sudah menyerah di hari pertama Syeikh tiba di rumah sakit, Ummi berkata, jika harus ada yang dikorbankan, maka dia rela mengorbankan dirinya, asal Syeikh bisa tersadar."
Sorot mata Yunan menampakkan rasa haru. Meski mereka suami-isteri, tidak semua isteri bisa mengucapkan do'a seperti itu.
"Lalu do'a berikutnya aku dengar juga dari Elaine dan Raihan. Bahkan diriku, Mahzar, Ustaz Umar juga. Lalu ... adik angkat Syeikh juga. Ustadzah Raesha."
Air muka Yunan berubah. Yunan tidak bisa menutupi perasaannya untuk yang satu ini, Zhafran tahu. Raesha Akhtar adalah titik lemah Yunan.
"Ada banyak sebenarnya, yang berdo'a seperti itu untuk Syeikh. Pak Yoga dan Bu Erika juga. Tapi ... gelombangnya tak ada yang cocok."
"Ge-lom-bang?" tanya Yunan.
"Awalnya, aku tidak mendengar do'a itu dari Ustaz Ilyasa, tapi aku merasa ada yang istimewa darinya. Maka aku mendekati dia. Bicara padanya perlahan-lahan. Dia juga melihat ucapan do'a para jama'ah Syeikh di luar negeri, melalui siaran televisi yang kami tonton waktu itu, menjelang Subuh di lobi rumah sakit."
Kernyitan di dahi Yunan nampak. Dia sudah tahu akhir dari cerita ini. Bibirnya mulai bergetar.
"Lalu suatu hari, Ummi mengumpulkan kami semua. Ummi mengumumkan akan melepas infus obat Syeikh, dengan alasan khawatir dengan efek samping dari obat itu, jika dikonsumsi dengan jumlah banyak. Keputusan Ummi itu, sebenarnya ditentang banyak orang, terutama Pak Yoga, yang sempat bertengkar dengan Ummi. Sebab Pak Yoga meyakini bahwa obat itu adalah yang membuat pendarahan otak Syeikh berhenti. Tapi Ummi tetap pada pendiriannya, akan melepas infus itu dua hari lagi, dan membawa pulang Syeikh ke tempat suluk."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED
SpiritualRaesha sudah menerima khitbah Ilyasa. Keduanya saling mencintai, tapi Ilyasa masih merasa, calon istrinya itu masih menyimpan rasa pada Yunan, kakak angkat Raesha. Dan sekali pun Yunan sudah punya istri bernama Arisa, dan putra bernama Raihan, Ilya...