.
.
"Di akhir zaman ini banyak orang anonim.
Tidak berani bertanggung jawab dengan menampilkan dirinya sendiri."
.
.
***
Ilyasa pulang dari Flores menjelang Dhuha. Barulah setelah itu Yoga dan Erika pulang ke rumah mereka.
Setelah istirahat, makan siang dan salat Zuhur, Ilyasa langsung mengajar sampai sore hari. Quality time sama anak-anak sampai menjelang Isya. Tidak sempat menegur kedua ustaz yang kemarin berulah merekam istrinya segala.
Selepas Isya, Ilyasa mencegah istrinya keluar kamar.
"Mau ke mana kamu?" kata Ilyasa terdengar seperti sedang mencegat.
"Mau ngecek anak-anak udah tidur belum," jawab Raesha.
Ilyasa melepas genggaman di pergelangan tangan istrinya. "Ya udah buruan tapi. Abis itu balik lagi," kata Ilyasa dengan nada manja.
Raesha tersenyum geli. Sudah tahu apa mau suaminya. Dia mengecek ke kamar Ismail dan Ishaq. Keduanya sudah terlelap tanpa harus diceritakan kisah para Nabi atau orang saleh.
Raesha kembali lagi ke kamarnya dan menutup pintu. Tersenyum menatap suaminya yang memberinya tatapan menggoda.
"Anak-anak udah pada tidur," kata Raesha.
Ilyasa memberi isyarat tangan agar istrinya mendekat ke ranjang. Raesha manut. Dia sudah siap dengan gaun super tipis di balik jubah tidurnya.
Tanpa basa-basi, Ilyasa mendaratkan ciuman ke bibir Raesha. Sentuhan di bibir itu, perlahan berubah menjadi ciuman intim yang membuat napas mereka bagai nyaris habis.
"Aku kangen. Banget," ucap Ilyasa setengah berbisik. Dipandanginya istrinya yang cantik. Jemari Ilyasa menyingkirkan helai rambut yang menempel di pipi mulus Raesha. Lip tint berwarna pink di bibir istrinya, kini jadi samar karena ulahnya.
"Aku juga," sahut Raesha dengan suara yang terdengar sangat seksi di telinga suaminya.
Keduanya bercinta malam itu, seolah-olah mereka sudah terpisah berbulan-bulan.
"Yasa ... ," Raesha menyebut nama kecil Ilyasa dengan suara tercekat, saat dirinya dicumbu. Sedang Ilyasa tidak pernah memanggil Raesha dengan sebutan 'Rae', lantaran selalu ingat bahwa Kak Yunan memanggil Raesha demikian.
"Sayang, ... ," ucap Ilyasa saat dirinya serasa mabuk, terbang ke langit ke tujuh. Hanya Raesha yang sanggup membuatnya seperti ini. Hanya Raesha. Dia tidak pernah menginginkan wanita lain. Sejak awal hanya Raesha, dan dia ingin berakhir dengan hanya Raesha satu-watunya wanita di hatinya.
Tubuh sintal Raesha direngkuh Ilyasa erat, seolah takut kehilangan. Beberapa saat setelah puncak percintaan itu berakhir, keduanya saling pandang dengan tubuh polos mereka di balik selimut.
"Kenapa kamu gak cerita, kalau kemarin kedua ustaz itu ngeliatin kamu pas kamu ngajar? Malah ada yang rekam kamu segala," tanya Ilyasa sambil menyisiri lembut rambut panjang istrinya dengan jemari.
Raesha terlihat malu. "Ayah cerita?" ucapnya.
"Iya. Hari ini aku ngajar sampai sore. Belum sempat menegur mereka. Tadi setelah ngajar, mereka sudah pulang. Besok pagi aku mau tunggu mereka datang di ruang guru," kata Ilyasa.
"Sudah. Gak perlu diperpanjang. Biarkan saja mereka. Mereka sebenarnya sudah kena tegur Ayah kemarin," kata Raesha merajuk.
"Gak bisa. Mereka harus kena sanksi. Kalau tidak, nanti diulang terus," Ilyasa nampak tegas saat mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED
SpiritualRaesha sudah menerima khitbah Ilyasa. Keduanya saling mencintai, tapi Ilyasa masih merasa, calon istrinya itu masih menyimpan rasa pada Yunan, kakak angkat Raesha. Dan sekali pun Yunan sudah punya istri bernama Arisa, dan putra bernama Raihan, Ilya...