.
.
Orang yang membantu penuntut ilmu agama, mendapat bagian dari keberkahan ilmu yang didapatkan si penuntut ilmu agama.
.
.
***
Yunan berdiri lurus menghadap kiblat. Takbiratul ihram diucapnya pelan, khusyuk. Salat di keheningan dalam hawa dingin sepertiga malam Tarim.
Bibirnya bergerak dengan suara lirih, melantunkan ayat-ayat Tuhan. Manis terasa dari lidah hingga ke relung hatinya.
Setelah salam di rakaat terakhir witir, Yunan mengangkat kedua belah tangannya.
Ya Allah, jika ada di antara umatnya Nabi Muhammad, yang malam ini tidak terbangun untuk mendekat kepada-Mu, karena sakit, atau kelelahan, atau karena alasan yang lainnya, semoga Engkau memberikan bagian dari apa yang Engkau anugerahkan kepadaku malam ini.
Berikanlah mereka kemudahan untuk mendekat kepada-Mu melalui jalan mana pun yang Engkau kehendaki.
Ampunilah dosa-dosa kaum muslimin yang sedang Engkau uji dengan kesesatan. Dengan kelembutan-Mu, tuntunlah mereka menuju jalan yang terang benderang.
Sesungguhnya aku pernah menjadi bagian dari mereka.
Sebagaimana Engkau mengeluarkanku dari kesesatan, dengan kasih sayang-Mu, keluarkanlah mereka dari kesesatan.
Air mata mengalir di pipi Yunan, saat teringat segala hal buruk yang pernah dilakukannya semasa hidup, padahal dia dalam keadaan memahami ilmu agama. Tidak sama antara manusia yang memahami dan yang tidak memahami. Begitu juga dengan siksanya.
Tangis Yunan makin dalam. Khauf (rasa takut) akan hukuman dari dosa, bercampur dengan rodja (harapan) akan keselamatan dari Allah.
Setelah do'a panjang, Yunan mengusap wajahnya yang basah. Dia melipat alat salat dan membangunkan Arisa. Membantu Arisa wudu' dengan air dari kendi. Sambil menunggu azan Subuh, jemari Yunan sibuk dengan tasbih.
Dilihatnya Arisa nampak khusyuk salat. Wanita itu menangis terisak saat berdo'a. Hati Yunan turut merasakan gelombang kesedihan dari hati istrinya. Belakangan dia merasa Arisa berubah. Pancaran dari sorot mata istrinya, seperti dipenuhi dengan kedamaian. Arisa juga makin bersemangat dalam beribadah. Nampak cahaya dari wajah istrinya. Yunan bisa melihatnya secara zahir. Mungkin itu karena, Arisa sekarang hidup di antara orang-orang saleh salehah, dan mungkin juga karena Arisa melayani segala kebutuhannya sebagai penuntut ilmu. Orang yang membantu penuntut ilmu agama, mendapat bagian dari keberkahan ilmu yang didapatkan si penuntut ilmu agama.
Hari ini hari kelulusan. Ribath ikhwan dan ribath akhwat, mengadakan acara kelulusan bersamaan. Keduanya sudah rapi sejak pagi.
"Selamat lulus ya, sayang," ucap Arisa memeluk suaminya.
"Kamu juga. Selamat lulus. Semoga jadi Ustadzah yang bisa membimbing umat," Yunan mengecup kening istrinya. Arisa mengaminkan.
"Berarti, setelah ini kita langsung pulang ke Jakarta?" tanya Arisa.
"Kita nunggu jadwal penerbangan ke Jakarta dulu. Gak tiap hari ada, soalnya," jawab Yunan.
"Oh. Oke. Nanti kita tinggal di rumah Ibu dan Ayahmu?"
Yunan mencubit pelan pipi Arisa. "Mereka Ibu dan Ayahmu juga."
"Iya maaf," ucap Arisa malu. Karena masa perkenalan yang singkat sebagai efek menikah dadakan, Arisa seringkali masih sulit menganggap Erika dan Yoga sebagai orang tua. Apalagi, mereka berdua lebih terlihat seperti model majalah usia tiga puluhan, alih-alih ibu-ibu dan bapak-bapak usia empat puluhan. Keduanya cantik dan tampan, terutama Yoga yang gayanya seperti model di majalah fesyen Paris. Jadi mau anggap sebagai orang tua agak sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED
SpiritualRaesha sudah menerima khitbah Ilyasa. Keduanya saling mencintai, tapi Ilyasa masih merasa, calon istrinya itu masih menyimpan rasa pada Yunan, kakak angkat Raesha. Dan sekali pun Yunan sudah punya istri bernama Arisa, dan putra bernama Raihan, Ilya...