391 - Jangan Kamu

197 60 9
                                    

.

.

Kamu terlalu berharga untuk kubiarkan orang-orang memandangimu dengan tatapan kagum. Jangan kamu.

.

.

***

Raesha terbengong syok, melihat pemberitaan antara dirinya dan Malik, di televisi. Dia sedang bersantai di ruang duduk bersama Erika, selepas pulang dari taman bermain, ketika berita itu muncul di televisi. Media hanya perlu hitungan menit untuk menyebarkan kabar dari taman bermain ke siaran gosip di televisi.

Apa ini?? seru Raesha dalam hati. Dia menerima tawaran dari penanggung jawab acara TV itu, sebagai pendakwah, bukan sebagai artis yang muncul di acara gosip! Raesha tidak berharap ketenaran, apalagi kontroversi. Kenapa jadi begini??

"Kalian memang kelihatan kayak suami istri dengan tiga anak, sih," komentar Erika memperparah rasa bersalah Raesha.

Berita gosip kemudian berlanjut membahas keluarga Malik.

Oh. Itu istrinya Malik, batin Raesha. Akhirnya Raesha melihat penampakan istri Malik melalui acara gosip. Raesha merasa kasihan sebenarnya, pada Malik. Tinggal jauh dari istri dan kedua anaknya. Raesha tahu, itu bukan urusannya, tapi bagaimanapun, Raesha terus kepikiran tentang persoalan pelik Ustaz Malik.

Memang dalam rumah tangga, mestinya ada yang merendahkan diri, rela mengalah. Dan idealnya memang, istri patuh pada suami. Tapi kalau istri tidak mau patuh -- gimana sebaiknya, ya? Raesha mengernyit berpikir. Bisa-bisanya dia repot memikirkan nasib orang lain, sementara dirinya sedang digosipkan infotaintment.

"Coba kalo dia gak punya istri, selesai lahiran, kamu nikah sama Ustaz Malik aja, deh," ceplos Erika sambil mengunyah keripik singkong.

Raesha malas menanggapi. Hanya menatap datar ke arah ibunya.

Ponsel Raesha berbunyi. Wajah Raesha pucat saat melihat sebuah nama di layar ponselnya.

"Yunan, ya?" tebak Erika langsung.

"I-Iya," jawab Raesha dengan suara gemetar. Ia berdiri dari sofa dan berjalan cepat ke teras taman samping. Tak ingin suara keributan mengganggu Erika dan kedua anaknya yang sedang berada di kamar. Raesha menarik napas panjang, bersiap untuk menanggung amarah Yunan.

"A-Assa--" Baru saja Raesha akan memberi salam, tapi langsung disembur omelan Yunan.

"Benar, 'kan?? Benar, 'kan? Kamu sudah paham sekarang, kenapa Kakak marahin kamu??" jerit Yunan, nyaris memekakkan telinga Raesha.

"I-Iya iya, Kak. Maafin aku, Kak. Aku sungguh gak terpikir akan jadi sejauh itu. Padahal, maksudku, aku dan anak-anak berangkat ke sana diantar supirnya Adli. Mobil itu pun, dibelikan Adli. Anak-anak minta diajak jalan-jalan pakai mobil baru itu. Makanya --"

"Mestinya kamu tidak duduk semeja sama dia! Hanya ada kalian berdua di sana!!"

Raesha mendesah lelah. "Ada anak-anak juga, Kak."

"Iya, tapi yang dewasa cuma kalian berdua!! Kalian berdua malah kelihatan seperti --"

Yunan terdiam, sulit menemukan padanan kata yang tepat, yang tidak membuat dia tambah emosi.

"Seperti suami istri dengan tiga anak?" tebak Raesha, hanya meng-copy paste komentar Erika barusan.

"Jangan sebut itu! Jangan sebut sua--!!" Yunan berdecak kesal. Dari napasnya yang tak beraturan, wajah Yunan mungkin di sana sudah merah lantaran emosi meluap-luap.

"Kenapa? Itu 'kan cuma keliatannya aja, Kak. Gak beneran," kata Raesha.

Yunan terdengar menghela napas kasar. "Kasih Kakak nomor hape dia!" ucap Yunan lantang. Itu lebih terdengar seperti perintah alih-alih permintaan.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang