.
.
"Elaine, antar Om Adli berkeliling. Ini 'kan pertama kali dia datang ke tempat suluk."
.
.
***
Hidangan daging paru dan karedok, nampak menggugah selera. Suasana ceria terasa kental di saung tempat makan siang tempat suluk.
"Jarang-jarang nih, ada menu karedok di Sumatera Barat. Menu spesial karena ada orang Jakarta mampir," komentar Yunan.
"Enak banget," kata Yoga yang bersemangat menyantap makanannya.
"Arisa sama Maryam yang bikin," imbuh Yunan.
"Masyaallah. Bisa bikin warung karedok, nih," komentar Yoga sambil mengunyah.
Arisa dan Maryam tertawa. Eyang Yoga bisa aja. Kalau mereka sibuk ngurusin warung, lantas yang ngisi pengajian akhwat siapa?
Adli diam saja sejak tadi. Dia makan, tapi sambil mengamati Elaine. Yang diamati, berkeringat dingin keningnya.
"Om kesayanganmu, ngeliatin kamu," bisik Rayya pada Elaine yang duduk bersila di sampingnya.
"Gak mungkin!" sangkal Elaine dengan wajah merah.
"Jelas-jelas liatin kamu dari tadi. Hayo lhoo," goda Rayya cekikikan.
"Nambah, Adli?" tawar Zhafran, melihat piring Adli sudah kosong.
"Makasih, Ustaz. Sudah cukup. Saya lagi diet," jawab Adli tersenyum sopan.
"Gayamu pakai diet segala!" omel Yoga yang sedang menambah porsi karedoknya.
"Sebagai public figure di sekolah, penting untuk menjaga berat badan," jelas Adli dengan gaya berwibawa.
"Public figure dudulmu! Yang benar, tukang buat onar!" maki Yoga sambil makan.
Yunan tertawa. Dia sudah menebak, kedatangan Yoga dan Adli ke sini, pasti ada kaitannya dengan ulah Adli di sekolah. Entah apa lagi kali ini.
"Elaine, antar Om Adli berkeliling. Ini 'kan pertama kali dia datang ke tempat suluk. Ajak Om Adli ke puncak bukit sana," kata Yunan pada putrinya.
Adli dan Elaine spontan menoleh ke arah Yunan. Adli tersenyum lebar. Makasih, Kak Yunan. The best, deh, batinnya.
"A-Aku?" tanya Elaine gelagapan.
"Iya. Kamu sudah selesai makan, 'kan?" Yunan melirik piring Elaine yang sudah kosong.
"Sudah, Abi. Baik, Abi," ucap Elaine menurut sambil menundukkan pandangan.
"Good luck," bisik Rayya mengedipkan mata ke arah Elaine, membuat Elaine makin salah tingkah. Rayya nyaris tertawa melihatnya.
Adli dan Elaine berdiri berbarengan. Saling tatap sesaat, sebelum Adli memberi isyarat tangan agar Elaine berjalan di depannya. "Silakan, Elaine sang pemandu cilik," ucap Adli dengan senyum hangat yang membuat muka Elaine terasa panas.
"I-Iya. Ikuti saya, Om," kata Elaine gugup.
"Oh Om pasti ikut kamu, Elaine. Om ikut kamu ke mana pun kamu pergi," komentar Adli terkikik.
Gombalan yang dipastikan candaan itu, tetap berhasil membuat warna muka Elaine makin sewarna tomat.
"Elaine! Kalau kamu diisengin Om Adli, teriak aja!" seru Yoga yang masih mengunyah makanan.
"Ayah!" protes Adli menahan malu.
Yunan tertawa. Adli terlihat seperti kopiannya Yoga. Persis plek.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED
EspiritualRaesha sudah menerima khitbah Ilyasa. Keduanya saling mencintai, tapi Ilyasa masih merasa, calon istrinya itu masih menyimpan rasa pada Yunan, kakak angkat Raesha. Dan sekali pun Yunan sudah punya istri bernama Arisa, dan putra bernama Raihan, Ilya...