301 - Maaf

246 81 27
                                    

.

.

Yang berlalu tak lagi bisa diperbaiki. Hanya bisa dijadikan pelajaran saja.

.

.

***

Erika berjalan di koridor rumah sakit, dengan tampang lesu. Baru saja mandi di kamar mandi rumah sakit. Rasanya aneh. Semalam juga aneh. Tidur di dalam tenda. Begitu keluar tenda, yang dilihat bukan pemandangan alam, melainkan ruang inap keluarga pasien.

Begitu keluar dari tenda tadi pagi, yang dilihat Erika adalah Ustaz Zhafran sedang stretching.

"Pagi, Bu Erika. Suaminya mau ikut salat Subuh jama'ah bareng saya?" tanya Zhafran ramah.

"Pagi. O-Oh iya. Sebentar. Saya bangunkan dulu suami saya," jawab Erika.

"Baik, Bu. Kalau mau aja," sahut Zhafran sopan.

Erika membungkuk sedikit, sebelum masuk ke dalam tenda, membangunkan suaminya yang sepertinya kelelahan setelah emosi terkuras semalam pasca mendengar keputusan Arisa. Yoga susah tidur semalam. Sepanjang matanya terjaga, Yoga mengomel tiada henti. Erika tak tahan rasanya, semalam rasanya dia ingin tidur di luar saja, di samping Raesha.

Zhafran menoleh ke samping kirinya. Ilyasa dan Raesha masih tertidur pulas di balik selimut tebal.

Luar biasa memang Syeikh Yunan. Keluarga pasien lain, maksimal yang jaga hanya dua sampai tiga orang. Sementara Yunan dijaga delapan orang.

Zhafran berlutut di samping Ilyasa dan menepuk pundak Ilyasa.

"Ustaz. Ustaz Ilyasa," panggil Zhafran pelan.

Mata Ilyasa nampak berat saat dibuka. Dilihatnya wajah Zhafran nampak segar, padahal sepertinya belum wudu'.

"Salat Subuh jama'ah," ajak Zhafran dengan senyum yang enak dipandang mata.

Ilyasa duduk sambil mengucek mata. Malu rasanya. Dia bablas salat malam. Padahal selama ini di rumah sakit ia tidur di sofa ruang rawat. Tapi badannya rasanya bagai remuk. Sementara Ustaz Zhafran tidur hanya beralaskan karpet tipis, tanpa selimut pula. Dan tiap malam sepertinya Zhafran tidak pernah absen tahajud. Masyaallah.

Yoga keluar dari tenda, dengan mata mengantuk seperti panda. Mereka salat Subuh jama'ah di musholla rumah sakit. Ilyasa mulai merasa momen ini spesial. Kenapa kiranya? Mungkinkah karena Zhafran ada bersama mereka?

Erika salat Subuh jama'ah bersama Raesha. Diminta menjadi imam, Erika ogah dan memaksa Raesha saja yang jadi imam. Selepas salat, keduanya membawa baju ganti dan mandi di kamar mandi rumah sakit. Rasanya selalu aneh tiap kali terpaksa mandi di tempat baru yang tak biasa mereka tinggali. Ini semua gegara ide Yoga menginap segala, padahal pulang pergi juga bisa. Cuma karena Yoga takut Arisa tiba-tiba melepas infus Yunan.

"Nanti kalau sudah sarapan, coba kamu cek ke ruang rawat. Lagi ngapain Arisa di sana? Pastikan infus Yunan masih terpasang," kata Yoga ketus. Gayanya seperti emak-emak yang sedang membahas tetangga yang menyebalkan.

"Ya masih, lah! Arisa 'kan bilang besok lusa. Berarti baru besok infusnya dilepas!" omel Erika.

"Ya kali aja, 'kan. Namanya juga waspada," ujar Yoga tak mau kalah.

"Kamu gak mau mampir ke sana?" tanya Erika.

"Ogah! Aku sebel sama dia!" tukas Yoga cepat. 'Dia' yang dimaksud pastilah Arisa.

Erika menghela napas. "Jangan begitu. Gak boleh musuhan sama anak sendiri."

"Kalau dia nekat melepas infus Yunan nanti, dia bukan anakku, pokoknya!" kilah Yoga.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang